KPK Sita Dokumen & Alat Elektronik yang Ungkap Perbuatan Tersangka Korupsi di Pemkot Bima
Adapun barang bukti itu diamankan dari giat geledah tim penyidik KPK di empat lokasi di wilayah Kota Bima pada Kamis (31/8/2023).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita bukti dokumen dan alat elektronik yang dianggap bisa mengungkap perbuatan pidana dari tersangka kasus dugaan korupsi di Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Adapun barang bukti itu diamankan dari giat geledah tim penyidik KPK di empat lokasi di wilayah Kota Bima pada Kamis (31/8/2023).
Empat lokasi dimaksud antara lain, Kantor pihak swasta di Jl. Karantina Kota Bima; rumah kediaman pihak terkait di Jl. Gajah Mada Kota Bima; rumah kediaman pihak terkait di Jl. Muhajir Kota Bima; dan rumah kediaman pihak terkait lainnya yang berada di Perumahan BTN Gilipanda.
"Ditemukan berbagai dokumen dan alat elektronik yang diduga dapat menerangkan adanya perbuatan pidana dari tersangka perkara ini," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (1/9/2023).
Ali mengatakan, alat bukti yang disita bertujuan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan para tersangka.
"Analisis dan penyitaan segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan," katanya.
Untuk diketahui, KPK sedang mengusut perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkot Bima, NTB.
Seiring dengan peningkatan itu, KPK telah menjerat sejumlah tersangka.
Berdasarkan informasi Tribunnews.com dari aparat penegak hukum, salah satu pihak yang dimintai pertanggungjawaban hukum yakni Wali Kota Bima H. Muhammad Lutfi.
Lutfi disebut terlibat perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi.
"Status Wali Kota Bima sudah tersangka. Pasal 12 huruf i dan 12B," kata sumber Tribunnews.com, Selasa (29/8/2023).
Pasal 12 huruf i UU Tipikor berbunyi: "Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya".
Sementara, Pasal 12B UU Tipikor menyebutkan: "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".
Lembaga antirasuah pun telah mencegah Lutfi bepergian ke luar negeri sejak Agustus 2023. Pencegahan dilakukan selama 6 bulan ke depan.
Tim penyidik KPK pun sebelumnya juga telah melakukan maraton penggeledahan di sejumlah lokasi di wilayah Kota Bima, NTB selama dua hari.
Pada Selasa (29/8/2023), penyidik KPK menggeledah ruangan kerja Wali Kota Bima; ruangan kerja Setda; dan ruangan kerja unit layanan pengadaan PBJ.
Kemudian pada Rabu (30/8/2023), tim KPK melakukan penggeledahan di rumah Wali Kota Bima H. Muhammad Lutfi di Kelurahan Rabadompu, Kecamatan Rasanae Timur, Kota Bima, NTB; Kantor Dinas PUPR Pemkot Bima; Kantor BPBD Pemkot Bima; dan rumah dari pihak terkait lainnya.
Dari penggeledahan selama dua hari itu, KPK mengamankan barang bukti berupa dokumen pengadaan, lembaran catatan keuangan, dan alat elektronik.
"Selama proses penggeledahan dimaksud ditemukan dan diamankan bukti antara lain berupa berbagai dokumen pengadaan, lembaran catatan keuangan dan alat elektronik," kata Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2023).