Mengapa Gita Ariadi Pengganti Gubernur NTB Bang Zul Tak Dilantik Bersama 9 Pj Gubernur Lainnya?
Mengapa Gita Ariadi tak dilantik bersama-sama 9 Pj Gubernur lainnya pada Selasa (5/9/2023) kemarin?
Penulis: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian secara resmi telah melantik 9 Penjabat (Pj) Gubernur di Gedung Kemendagri, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Pelantikan ke-9 penjabat gubernur tersebut sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 74/P/2023 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur dan Wakil Gubernur dengan masa jabatan paling lama satu tahun terhitung sejak saat pelantikan.
Baca juga: Ribuan Warga Hingga Karangan Bunga Warnai Perpisahan Ganjar Pranowo di Kantor Gubernur Jawa Tengah
Mereka yang dilantik sebagai Pj Gubernur yakni:
- Mayjen TNI Purn Hasanuddin sebagai Pj Gubernur Sumatra Utara
- Komjen Pol Purn Nana Sudjana sebagai Pj Gubernur Jawa Tengah
- Irjen Pol Purn Sang Made Made Mahendra Jaya sebagai Pj Gubernur Bali
- Ayodhia Kalake sebagai Pj Gubernur Nusa Tenggara Timur
- Harrison sebagai Pj Gubernur Kalimantan Barat
- Bachtiar sebagai Pj Gubernur Sulawesi Selatan
- Komjen Pol Purn Andap Budhi sebagai Pj Gubernur Sulawesi Tenggara
- Muhammad Ridwan Rumasukun sebagai Pj Gubernur Papua
- Bey Machmudin sebagai Pj Gubernur Jawa Barat
Sebelumnya ada 10 nama pejabat yang telah dinyatakan lolos sidang Tim Penilai Akhir (TPA).
Selain 9 nama Pj Gubernur yang dilantik kemarin, ada satu lagi pejabat yang lolos sidang TPA namun tak dilantik bersama-sama dengan 9 Pj gubernur kemarin.
Dia adalah Gita Ariadi, Sekda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang nantinya akan menggantikan Zulkieflimansyah atau yang akrab disapan Bang Zul sebagai Pj Gubernur NTB.
Lalu mengapa Gita Ariadi tak dilantik bersama-sama 9 Pj Gubernur lainnya pada Selasa (5/9/2023) kemarin?
Menanggapi hal itu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan pelantikan Pj Gubernur harus disesuaikan dengan masa jabatan Kepala Daerah definitif.
Baca juga: VIDEO Purna Tugas dari Gubernur Jabar, Ridwan Kamil: Izinkan Saya Mau Urus Anak Dulu
Sembilan Pj dilantik, karena kepala daerah di provinsi masing-masing habis masa jabatannya pada 5 September ini.
"Sembilan karena kalau kita mau melantik itu harus disesuaikan dengan masa jabatan. Sembilan Gubernur itu berakhirnya tanggal 5, artinya tadi malam lah 5 September, maka yang dilantik yang 5 September ada 9 orang," kata Tito.
Sementara itu, Pj Gubernur NTB baru akan dilantik tanggal 19 September nanti.
Pasalnya Gubernur NTB definitif baru habis masa jabatannya pada 19 September 2023.
"Satu lagi itu NTB tanggal 19 berakhir, masa dilantik hari ini. Itu namanya mengurangi hak dari pejabat yang lama yang berakhir tanggal 19, yang sekarang existing. Kita nanti mungkin tanggal 19 untuk NTB," katanya.
Pelantikan 4 Pj Gubernur Berasal dari TNI/Polri Tidak Menyalahi Aturan
Sementara itu dari 9 Pj Gubernur yang dilantik, empat di antaranya berasal dari institusi TNI/Polri.
Mereka adalah:
- Mayjen TNI (Purn) Hasanuddin sebagai Pj Gubernur Sumtera Utara
- Komjen Pol (Purn) Nana Sudjana sebagai Pj Gubernur Jawa Tengah
- Irjen Pol (Purn) Sang Made Mahendra Jaya sebagai Pj Gubernur Bali
- Komjen Pol (Purn) Andap Budhi sebagai Pj Gubernur Sulawesi Tenggara.
Tito mengatakan pelantikan empat Pj Gubernur yang berasal dari TNI/Polri tersebut tidak menyalahi aturan.
Baca juga: Pimpinan Komisi II DPR: Keserentakan Pelantikan Kepala Daerah Tak Harus Ubah Jadwal Pilkada
Tidak ada aturan yang dilanggar dari pelantikan empat Pj Gubernur tersebut.
Pelantikan Pj dilakukan berdasarkan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam UU tersebut, persyaratan untuk menjadi Pj Gubernur adalah pejabat pimpinan tinggi madya atau setara eselon 1.
"Nah madya itu adalah eselon 1 struktural disitu tidak disebutkan dia harus ASN, dari Polri/TNI juga nggak dilarang dalam UU itu, ngga ada larangannya," kata Tito usai pelantikan Pj Gubernur di Kemendagri, Selasa (5/9/2023).
Dalam UU Pilkada, kata Tito, tidak ada satu pasal pun yang melarang Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri, sepanjang dia menjabat sebagai eselon 1 struktural madya untuk gubernur, dan pimpinan pratama untuk bupati.
"UU mengatakan begitu. (kalau tidak boleh) Nyatakan bahwa tidak boleh TNI-Polri aktif," katanya.
Meskipun demikian dalam praktiknya kata Tito, adanya pemahaman semangat reformasi untuk mensipilkan pemerintahan.
Oleh karenanya mereka yang menjadi Penjabat Kepala Daerah harus berada pada posisi sudah purnawirawan atau pensiun.
"Nah tadi yang 4, semuanya sudah purnawirawan, dan tidak dilarang mereka untuk menjadi ASN."
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Ayodhia Kalake, Pj Gubernur NTT Pengganti Viktor Laiskodat
"Setelah mereka menjabat ASN, eselon 1 struktural misalnya, staf ahli menteri tuh eselon 1 struktural, maka dia memenuhi syarat untuk menjadi Pj Gubernur," katanya.
"Kalau seandainya menjabat eselon 2 struktural dijabatan sipil, gak ada larangan mereka juga untuk menjadi penjabat bupati atau wali kota," jelas Tito.
"Jadi kita mengacu pada aturan itu, ya kita juga paham lah TNI-Polri juga memiliki mekanisme juga untuk membuat kader-kader yang bagus," pungkasnya.
Diminta Bersikap Netral dalam Pemilu 2024
Kesembilan Pj Gubernur ini diperintahkan untuk bersikap netral dalam menjelang perhelatan pemilihan umum mendatang.
Jika ada dari mereka yang bersikap tidak netral maka Tito akan langsung mengambil tindakan pemeriksaan hingga pemberian sanksi jika terbukti bersalah.
"Pj kan diperintahkan netral, tujuan anda jadi Pj mengisi kekosongan agar pemerintahan running. Syukur-syukur kalau bisa memperbaiki sistem," ujar Tito kepada awak media usai pelantikan.
Lebih lanjut ia menuturkan, per tiga bulan pihaknya akan mengevaluasi hasil kerja para Pj itu. Sehingga hal itu dapat menjadi pagar pengawas pergerakan para Pj.
Ditambah lagi para Pj ini pasti akan diawasi oleh banyak mata. Sehingga Tito yakin langkah ketidaknetralan kepala daerah itu tidak akan muncul.
"Kemudian kami melakukan evaluasi tiga bulan sekali. Anda diawasi banyak pihak, di internal diawasi karyawannya yang juga bukan orang bodoh, pintar-pintar juga mereka itu," ungkap Tito.
"Kedua, mereka diawasi jajaran pengawas internal, mereka diawasi masyarakat dan seluruh partai politik," sambungnya.
Jika nanti para Pj ini diduga melanggar perintah, Tito akan langsung mengambil langkah pemeriksaan.
"Kalau ada aturan mereka harus netral, kalau ada yang enggak netral, kita periksa dan kemudian kalau terbukti ya kita beri sanksi dari yang teringan sampai terberat," tandasnya.