UU Sistem Nasional IPTEK Diharapkan Bisa Menguatkan Kelembagaan, SDM dan Jaringan
Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo mengatakan, dari sisi aspek kelembagaan, sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini, pemerintah Indonesia sudah memiliki setidaknya tiga dokumen yang digunakan sebagai landasan kebijakan iptek nasional, yakni rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020–2024, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017–2045 dan agenda Riset Nasional (ARN) yang disusun Dewan Riset Nasional.
Namun demikian, banyak pihak menengarai bahwa Sistem Inovasi Nasional belum bekerja secara optimal karena dalam pelaksanaan menghadapi berbagai hambatan dan masalah.
Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo mengatakan, dari sisi aspek kelembagaan, sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi atau lembaga riset, dan industri atau dunia usaha yang sering disebut dengan “Triple Helix” belum berjalan dengan baik.
"Akibatnya, proses hilirisasi hasil riset dan inovasi yang dihasilkan oleh lembaga riset atau perguruan tinggi masih menghadapi berbagai masalah, terutama adanya jurang yang sangat lebar antara lembaga riset/perguruan tinggi di satu sisi, dan dunia usaha atau industri di sisi lain," kata Pontjo saat FGD bertema penguatan Sistem Inovasi Nasional dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan dan Peningkatan Daya Saing Global secara daring belum lama ini.
Lebarnya jurang ini menyebabkan proses hilirisasi menjadi fase yang sangat kritis sehingga sering disebut sebagai lembah Kematian (Valley of Death)” dari inovasi.
Pontjo Sutowo berharap Undang Undang No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, bisa lebih menguatkan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), suberdaya, dan jaringan.
“Kebutuhan akan penguatan sistem inovasi nasional ini sudah harus terpenuhi. Melalui Undang-Undang ini, telah coba diletakkan pondasi penting untuk penguatannya,” kata Pontjo.
Dalam rangka menguatkan pondasi tersebut, Bappenas telah menyusun Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi dengan memberikan arah serta koridor untuk memastikan bahwa setiap elemen pendukung sistem dapat berkolaborasi dan saling mendukung untuk dapat berkontribusi secara optimal.
“Merujuk cetak biru ini, ada beberapa elemen penting yang membentuk Sistem Inovasi Nasional yaitu: Elemen, Regulasi, Kelembagaan, Mekanisme Akuntabilitas, Sumber Daya, Insentif & Pendanaan,” ujarnya.
Selain problem ekosistem inovasi nasional, Ketua Umum FKPPI ini mengatakan, saat ini isu strategis yang juga harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari kita adalah isu daya beli nasional, baik itu daya beli masyarakat maupun daya beli pemerintah yang merupakan kekuatan pendorong bagi pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan.
"Oleh karena itu, sudah seharusnya daya beli nasional dikelola secara bijak untuk sebesar-besarnya kepentingan nasional termasuk kepentingan penguatan inovasi dan iptek," katanya.
Dalam pengelolaan daya beli nasional, kita juga masih menghadapi berbagai persoalan dan hambatan, baik yang menyangkut kultur, hambatan birokrasi, kebijakan, regulasi, dan sebagainya.
Salah satu persoalan besar yang masih kita hadapi adalah masih berlangsungnya praktik kartel atau mafia pemburu rente (rent seeking) dan “state capture” dalam bidang perekonomian/perdagangan yang sangat membebani upaya transformasi menuju ekonomi berbasis pengetahuan.
Baca juga: Mahfud MD Minta Pontjo Sutowo Segera Hengkang dari Hotel Sultan, Bagaimana Nasib Karyawannya?
"Mengingat masih banyak persoalan-persoalan mendasar yang kita hadapi dalam upaya mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berkeadilan bagi bangsa Indonesia," katanya.