Hadapi Bonus Demografi, Butuh Kolaborasi dan Kerja Cepat Memperbaiki Tingkat Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja cepat dalam memperbaiki tingkat kesehatan Indonesia.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja cepat dalam memperbaiki tingkat kesehatan Indonesia.
Apalagi Indonesia dikejar target 2030 dimana tahun itu puncak bonus demografi kita yang akan menentukan kemampuan kita melewati batasan dari negara berpendapatan menengah ke pendapatan tinggi.
"Jika periode ini terlewat, Indonesia akan terus jadi negara menengah selamanya," kata Budi Gunadi Sadikin saat penutupan program Global Future Fellows 2023: “Advancing Southeast Asia’s Predictive Healthcare oleh Pijar Foundation belum lama ini.
Untuk memaksimalkan bonus demografi dibutuhkan masyarakat yang pintar dan juga sehat sehingga untuk mencapainya harus kerja cepat dan melakukan banyak gebrakan.
Perubahan terbesar kata Menkes, seperti perubahan fundamental dari arah kegiatan kementerian, mengingat saat ini sekitar 80 persen waktu dan anggaran diarahkan untuk mengobati yang sakit, bukan mengupayakan masyarakat yang sehat.
"Menjadikan masyarakat yang sehat harusnya jadi fokus utama karena lebih efektif dan lebih murah untuk kesejahteraan jangka panjang dan pendekatan ini yang sedang kami ubah salah satunya melalui transformasi digital," katanya.
Pemerintah, kata dia saat ini sedang mendorong rumah sakit dan fasilitas kesehatan (faskes) daerah untuk melakukan standarisasi dan digitalisasi rekam medis dan database hingga akhir tahun ini.
"Data yang terpusat dan dapat diakses dengan mudah akan mengubah wajah kesehatan Indonesia: pasien akan punya rekam jejak personal yang reliabel dan portabel, dan secara makro, kita bisa menggunakannya untuk prediksi penyakit dan pengobatan ke depannya. Di sisi lain, data seperti ini akan mendorong transparansi dan pemerataan harga layanan kesehatan,” jelas Menkes.
Untuk melakukan ini semua, Menkes menekankan pentingnya kolaborasi multisektor dan multipihak, seperti saat dulu berbagai lapisan masyarakat gotong-royong mempercepat proses vaksinasi nasional.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kebijakan Publik Pijar Foundation, Cazadira F. Tamzil, mengatakan bahwa belajar dari pandemi Covid-19, saat ini masalah kesehatan tak hanya fokus satu negara, melainkan lintas negara.
Terlebih setelah Indonesia menjabat sebagai ketua ASEAN pada tahun 2023, kesehatan juga diangkat sebagai isu kritis untuk masa depan kita.
Seperti juga yang ditekankan dalam Oleh ASEAN Leaders’ Declaration on One Health Initiative. Karena itu, menurut Cazadira, saatnya bagi kita untuk mengubah sistem kesehatan yang bersifat introspektif, kuratif, dan reaktif menjadi pendekatan yang lebih kolaboratif, prediktif, dan efektif secara regional.
Baca juga: Hadapi Bonus Demografi, Anak Muda Indonesia Didorong Miliki Kemampuan Bahasa Jepang
“Meskipun tidak ada sistem perawatan kesehatan nasional yang sama, pandemi membuat negara-negara semakin menyadari bahwa tantangan kesehatan sangat kompleks dan memerlukan solusi inovatif dan kolaboratif melibatkan sektor publik, swasta, dan masyarakat.
Melalui GFF Healthcare ini saya percaya bahwa pada akhirnya, solusi kesehatan tidak hanya tentang obat-obatan atau perangkat medis, tetapi juga tentang berbagai regulasi pendukung, mekanisme distribusi, dan keterlibatan masyarakat,” ujar Cazadira.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.