Diusulkan Jadi Ketum PDIP Gantikan Megawati, Jokowi Sebut Ingin Pensiun dan Pulang ke Solo
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab pertanyaan soal potensinya untuk menjadi Ketua Umum PDIP menggantikan Megawati Soekarnoputri.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab pertanyaan soal potensinya untuk menjadi Ketua Umum PDIP menggantikan Megawati Soekarnoputri.
Sebelumnya, wacana Jokowi menjadi Ketum PDIP pertama kali digulirkan oleh Mohammad Guntur Soekarnoputra, putra sulung Presiden pertama Indonesia Soekarno sekaligus kakak dari Megawati.
Guntur menuangkan pikirannya itu dalam artikel yang berjudul Indonesia, Jokowi, dan Megawati Pasca-2024 di Harian Kompas pada Sabtu (30/9/2023).
Baca juga: Puan Soal Namanya Disebut Jokowi Jadi Ketua Umum PDIP: Doakan Saja
Namun ketika ditanya soal peluang tersebut, Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI) tersebut tampak tak tertarik.
Ia justru menyebut, setelah tugasnya sebagai presiden selesai, akan pensiun dan pulang ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah.
"Saya mau pensiun, pulang ke Solo," kata Jokowi dikutip dari YouTube Kompas TV.
Menurutnya masih banyak sosok muda yang bisa dicalonkan atau layak menjadi Ketum PDIP.
Jokowi menyebut dua nama, yaitu Puan Maharani dan Muhammad Prananda Prabowo.
Saat ini Puan Maharani tengah menjabat sebagai Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR RI.
Sementara Prananda diberi amanah sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Ekonomi Kreatif.
"Banyak yang muda-muda," ujar Jokowi.
"Ada Mbak Puan, ada Mas Prananda, gitu 'kan," tuturnya.
Kata Pengamat
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, buka suara terkait wacana Presiden Jokowi menjadi penerus Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP.
Menurut Burhanuddin, wacana membuat orang-orang bisa menafsirkan bahwa keturunan biologis Soekarno membuka opsi PDIP bisa dipimpin oleh mereka yang bukan keturunan langsung dari Presiden pertama Indonesia itu.
Berdasarkan pandangan Burhanuddin, ide dari Guntur Soekarnoputra soal Jokowi menjadi penerus Megawati itu menarik.
"Karena diusulkan putra sulung Soekarno dan sekaligus kakak dari Ibu Mega, maka orang bisa menafsirkan bahwa putra sulung sendiri membuka opsi, membuka pintu kalau misalnya PDIP bisa dipimpin oleh mereka yang bukan berasal dari keturunan langsung Soekarno. Dalam hal ini beliau menyebut nama Jokowi," kata Burhanuddin Muhtadi dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Yang kedua, beliau juga menyebut faktor usia terkait dengan regenerasi di PDIP pasca-Ibu Mega. Nah, menurut saya, sih, idenya menarik," terangnya.
Meski begitu, keputusan soal siapa yang akan menjadi penerus Megawati merupakan mandat dari peserta Kongres ke-VI PDIP pada tahun 2025 mendatang.
Jika nantinya peserta kongres masih menganggap bahwa keturunan biologis Soekarno itu tak bisa diabaikan dalam konteks regenerasi pasca-Ibu Mega, menurut Burhanuddin, itu bagian dari pilihan PDIP yang harus dihormati.
"Tetapi lagi-lagi yang punya mandat adalah peserta kongres PDIP, kalau misalnya peserta kongres PDIP masih menganggap bahwa keturunan biologis Soekarno itu tak bisa diabaikan dalam konteks regenerasi pasca-Ibu Mega, ya, itu bagian dari pilihan PDIP yang kita harus hormati," jelas Burhanuddin.
"Kalau misalnya Mas Guntur punya ide dan itu juga diterima bahwa bukan hanya keturunan biologis, tetapi yang penting adalah lanjut ide-ide atau pemikiran ideologi Soekarno, itu juga terserah dari peserta kongres," ucapnya.
Burhanuddin lalu menegaskan, wacana soal Jokowi menjadi penerus Megawati merupakan suatu wacana publik yang sehat untuk demokrasi dan untuk PDIP.
"Tapi yang paling penting adalah ini adalah satu wacana publik yang sehat buat demokrasi dan saya yakin sehat buat PDIP," tuturnya.
Tampung Gagasan
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto merespons usulan Guntur Soekarnoputra itu.
Hasto mengatakan sebagai sebuah gagasan pihaknya menerima usulan putra sulung Soekarno tersebut.
"Ya, sebagai gagasan, tentu saja kami menerima sebagai masukan," kata Hasto pada sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDIP di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (30/9/2023).
Namun, ia menjelaskan saat ini skala prioritas PDIP adalah memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Hasto menyebut, ketika itu, PDIP tengah menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang ke-IV.
Kemudian, Rakernas V akan digelar setelah Pemilu, dan selanjutnya Kongres ke-VI tahun 2025.
"Nah, di dalam Kongres itu, kedaulatan berada di tangan anggota. Itu lembaga pengambil keputusan tertinggi, sehingga itulah yang nanti mekanisme yang berjalan di dalam partai," ujar Hasto.
Ia lalu menegaskan, dalam kongres tentu saja mekanismenya adalah arus bawah, yakni mendengarkan suara anggota partai.
"Karena kongres itu akan diikuti oleh seluruh utusan-utusan dari tingkat yang paling bawah. Maka, namanya utusan yang membawa mandat," ucapnya.
(Tribunnews.com/Deni/Fersianus Waku)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.