Eks Penyidik KPK Minta Jokowi Copot Firli Bahuri agar Tak Ada Konflik Kepentingan di Kasus SYL
Hal itu guna mencegah adanya konflik kepentingan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Praswad Nugraha meminta Presiden Joko Widodo agar menonaktifkan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.
Hal itu guna mencegah adanya konflik kepentingan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Sebab, sebagaimana diketahui, saat ini Polda Metro Jaya sudah menaikkan status kasus dugaan pemerasan terhadap SYL oleh pimpinan KPK ke tahap penyidikan.
Baca juga: KPK Buka Suara soal Firli Teken Surat Penangkapan SYL sebagai Ketua KPK dan Penyidik
"IM57+ Institute mendesak Presiden untuk memberhentikan Firli Bahuri dari jabatan pimpinan KPK," kata Ketua IM57+ Institute itu lewat keterangan tertulis, Jumat (13/10).
Menurut Praswad, bertahannya Firli Bahuri di KPK membuat proses penyidikan kasus SYL bisa menjadi bermasalah.
Baca juga: Febri Diansyah: Firli Tanda Tangan Surat Penangkapan SYL sebagai Ketua KPK dan Penyidik
Selain itu, lanjut dia, kondisi tersebut dapat digunakan sebagai celah dalam mendelegitimasi proses penyidikan karena bertentangan dengan hukum dan berpotensi malaadministrasi.
Secara hukum, terang Praswad, terdapat dua dimensi persoalan.
Pertama terkait konflik kepentingan yang dapat menyebabkan penyalahgunaan kewenangan.
"Sesuai Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Administrasi Pemerintahan, setiap keputusan dan tindakan administratif dapat menjadi batal apabila dilakukan oleh orang yang mempunyai konflik kepentingan. Surat penangkapan adalah bagian dari tindakan administratif," jelas Praswad.
Alasan kedua adalah persoalan kewenangan berbasis legislasi.
Berdasarkan UU 19/2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum.
"Penonaktifan Firli Bahuri menjadi suatu urgensi dalam memastikan proses penegakan hukum tetap berjalan independen dan berintegritas," katanya.
Praswad menambahkan kehadiran Firli Bahuri di KPK juga berpotensi menimbulkan dugaan pidana baru, yaitu penyalahgunaan kewenangan.
Baca juga: Datang di Polda Metro Jaya untuk Diperiksa Kasus Pemerasan, Ajudan Firli Bahuri: Enggak Ada Arahan
Salah satunya sesuai dengan Pasal 421 KUHP yang mengatur seorang pejabat tidak dapat menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu.
Ada ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
"IM57+ Institute juga mendesak Polda Metro Jaya untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang diduga kuat dilakukan oleh pimpinan KPK," ujar Praswad.
Sebelumnya, Firli menandatangani Surat Perintah Penangkapan atau Sprinkap SYL selaku tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi sekaligus mantan Menteri Pertanian.
Surat itu diteken Firli pada Rabu, 11 Oktober 2023 di Jakarta.
"Membawa tersangka ke Komisi Pemberantasan Korupsi Jl. Kuningan Persada Kav. 4 Setiabudi, Jakarta Selatan, untuk dilakukan pemeriksaan," demikian poin nomor dua dalam Sprinkap yang diperoleh Tribunnews.com tersebut dikutip Jumat (13/10/2023).
Surat tersebut terbit bersamaan dengan surat panggilan pemeriksaan SYL yang ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu. SYL diminta hadir pada Jumat (13/10/2023) hari ini.
Namun, pada Kamis (12/10/2023), KPK justru menangkap SYL di salah satu apartemen di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.