Pegawai KPK Mangkir dari Panggilan Penyidik Polda Metro Jaya, Jadwal Pemeriksaan Diatur Ulang
Seorang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mangkir dari pemeriksaan terkait kasus dugaan pemerasan. Jadwal pemeriksaan diatur ulang.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mangkir dari pemeriksaan terkait kasus dugaan pemerasan.
Sebagaimana diketahui, pimpinan KPK diduga melakukan pemerasaan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) yang menyeret nama eks Menteri Pertahanan (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Pegawai KPK tersebut tak hadir ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa oleh Subdit Tipidkor Ditreskrimsus pada Kamis (12/10/2023) kemarin.
"Pegawai KPK yang dipanggil sebagai saksi untuk dimintai keterangannya di hadapan penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya tidak hadir dalam pemeriksaan," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, dalam keterangannya, Jumat (13/10/2023), dikutip dari Wartakotalive.com.
Baca juga: Ahmad Sahroni Tak Terima KPK Jemput Paksa Syahrul Yasin Limpo, Tegaskan SYL Sudah Bukan Menteri Lagi
Ade menyebut, pegawai KPK itu mangkir dari panggilan karena mengikuti giat dinas yang sudah terjadwal.
Berdasarkan hal tersebut, ia meminta Polda Metro Jaya untuk menunda pemeriksaan.
"Dan melalui surat yang dibawa oleh pegawai Biro Hukum KPK, memohon penundaan pemeriksaan dengan alasan mengikuti giat dinas yang sudah terjadwal sebelumnya," tutur Ade Safri.
Ade Safri menambahkan, pihaknya telah mengatur ulang jadwal pemanggilan terhadap pegawai KPK tersebut.
Rencananya, pegawai lembaga antirasuah itu akan diperiksa pada Senin (16/10/2023).
"Dan sudah dibuatkan serta dikirimkan kembali surat panggilan kepada yang bersangkutan untuk jadwal pemeriksaan pada hari Senin jam 10.00 WIB," terangnya.
Dianggap Lambat Tangani Kasus Dugaan Pemerasan
Sementara itu, polisi dianggap lambat dalam menangani dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK terhadap eks Mentan Syahrul.
Ahmad Sahroni selaku Bendahara Umum Partai NasDem pun melayangkan protes terhadap kepolisian.
"Tapi, kalau isu itu berkembang ada keterkaitan maka dua-duanya harus dalam posisi yang sama sebagai orang berperkara, diduga berperkara dalam hal yang ramai diisukan adalah pemerasan," ujar Sahroni saat ditemui di Nasdem Tower, Jakarta, Kamis (12/10/2023) malam, dikutip dari Kompas.com.
"Nah, ini kita minta kalau polisi bertindak lama, berarti ada apa dengan polisi juga? Kan kita enggak bisa mengatakan bahwa semestinya hanya SYL saja yang berperkara yang malam ini mesti dijemput paksa melewati acara hukum yang berlaku di republik ini," tuturnya.
Selain merasa kepolisian lambat dalam menangani kasus dugaan pemerasan terhadap SYL, Ahmad Sahroni juga tak terima koleganya di Partai Nasdem itu dijemput paksa oleh KPK.
Sebagai bentuk solidaritas, Sahroni akan melapor ke Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, untuk membahas pemberian bantuan hukum terhadap SYL yang ditangkap KPK.
"Selesai ini saya lapor ke ketua umum bagaimana langkah selanjutnya," ucap Sahroni, Jumat (13/10/2023), dikutip dari Wartakotalive.com.
Sahroni menegaskan yang ingin ia pertanyakan ialah langkah yang ditempuh oleh KPK.
SYL tak lagi jadi menteri, menurutnya, seharusnya KPK tak melakukan penjemputan paksa tersebut.
"Kenapa musti melakukan hal itu (penjemputan paksa) kepada seorang yang bukan menteri lagi," ucapnya.
"Mau menghilangkan apa dia? Sudah bukan menteri kok."
"Kecuali dia masih status menteri, melalui mekanisme hukum, dijalanin, prosesnya ada, jemput paksa boleh."
"Tapi kalo nggak, ya jangan dong. Kenapa nggak mesti nunggu besok," ujar Sahroni.
(Tribunnews.com/Deni)(Wartakotalive.com/Ramadhan L Q/Yolanda Putri Dewanti)(Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)