MKMK Berencana Periksa Dugaan Pelanggaran Anwar Usman Cs Secara Terbuka
Eks Ketua MK itu menegaskan masalah etika hakim konstitusi bukan masalah privat. Etika pejabat publik, termasuk hakim konstitusi, adalah ranah publik.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemeriksaan pelanggaran kode etik majelis hakim Mahkamah Konsolidasi (MKMK) bakal dilakukan secara terbuka.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK), Jimly Asshiddiqie usai dilantik, Selasa (24/10/2023).
"Barangkali kalau disepakati ya (dengan 2 anggota MKMK lain), nanti kalau memeriksa teradu--kita kan belum terbiasa ini sidang terbuka kayak yang saya pelopori di DKPP--kita bikin terbuka semua," ujar Jimly
Dalam proses pemeriksaan terlapor, memang dilakukan tertutup. Namun dalam tahap pelaporan ahli hingga pembuktian bakal dilakukan secara terbuka.
"Kita buka saja biar publik tahu, wartawan bisa bantu. Karena ini sudah kepalang tanggung, jadi komoditas publik," tuturnya.
Eks Ketua MK itu menegaskan masalah etika hakim konstitusi bukan masalah privat. Etika pejabat publik, termasuk hakim konstitusi, adalah ranah publik.
"Jadi, masalahnya bukan masalah etiknya, kalau etik kan masih ada yang berpendapat masalah etika itu masalah privat tapi ini etika pejabat publik kan pejabat publik, jadi milik publik, kita harus terbuka," ujar Jimly
Sebelumnya diberitakan, Ketua MK Anwar Usman resmi melantik Jimly (perwakilan tokoh masyarakat), mantan anggota Dewan Etik MK Bintan Saragih (perwakilan akademisi), dan hakim konstitusi aktif Wahiduddin Adams sebagai anggota MKMK pada siang tadi.
Pelantikan ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Susunan Anggota MKMK.
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Hingga kemarin, MK telah menerima secara resmi 7 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
Pada konferensi pers yang digelar kemarin, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan akan menyerahkan sepenuhnya kepada MKMK terkait laporan soal dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim oleh sejumlah pihak.
Ia menyampaikan bahwa hakim konstitusi tidak akan melakukan intervensi terhadap MKMK.
Kemudian Enny menegaskan Majelis Hakim Konstitusi ingin secepatnya MKMK bekerja untuk menghilangkan kecurigaan serta demi menjaga muruah MK. Ia juga menyebut kepercayaan publik menjadi penting.