Staf Pusdatin Kemenkes Ikut Terseret Kasus Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK ke SYL
Staf Pusdatin Kementerian Kesehatan ikut terseret kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK terhadap Syahrul Yasin Limpo.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan ikut terseret kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo SYL).
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan, pihaknya mengagendakan pemeriksaan staf Pusdatin Kemenkes sebagai saksi pada hari ini, Selasa (24/10/2023) hari ini.
Namun dia tidak menjelaskan secara rinci siapa identitas dan peran dari staf Pusdatin Kemenkes tersebut. "(Pemeriksaan saksi staf Pusdatin Kemenkes RI) jam 10," kata Ade Safri, kepada wartawan, Selasa.
Ade Safri sebelumnya mengatakan pemanggilan terhadap pegawai Kemenkes ini sudah dijadwalkan, Kamis (19/10/2023) lalu.
Namun, pegawai tersebut tidak hadir dan meminta jadwalkan panggilan ulang karena alasan dinas. "Untuk jadwal panggilan ulang Pegawai Pusdatin Kemenkes RI di Selasa, 24 Oktober 2023 pukul 10.00 WIB," ucap Ade.
Pegawai tersebut diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan Syahrul. "Kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan perkara a quo yang saat ini sedang kami lakukan," tutur dia.
Jelas melanggar
Mantan Wakil Ketua KPK RI periode 2015-2019, Saut Situmorang menyebut adanya pelanggaran dalam pertemuan antara Ketua KPK Firli Bahuri dan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di GOR Bulutangkis yang beredar.
"Enggak boleh, itu pidananya di situ Pasal 36 dan 65," ujar Saut, usai rampung diperiksa sebagai ahli dalam kasus dugaan pemerasan Syahrul Yasin Limpo oleh pimpinan KPK, kepada wartawan, Selasa (17/10/2023).
"Berada di dalam frame yang kami sebut sebagai dia memang peristiwa pidananya ada di situ, Pasal 36 dan 65 itu," sambungnya.
Baca juga: Tak Mau di Polda Metro Jaya, Firli Bahuri Minta Diperiksa Penyidik di Bareskrim Polri
Adapun Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebutkan jika pimpinan KPK tak boleh bertemu dengan sosok yang berperkara.
"Kalau saya menjelaskan tadi di sana, memang Pasal 36 dan 65 itu memang tidak ada keraguan berada dalam trem yang kami sebut peristiwa pidananya ada di dalam pasal itu," kata dia.
"I have no any doubt about it (saya enggak punya keraguan sama sekali tentang itu). Kalau saya enggak ragu. Saya menjadi ragu kalau kasus ini menjadi lambat. Oleh sebab itu saya kemari. Sinyal itu saya tangkap dari Pak Kapolri, makanya saya kemari," lanjutnya.
Atas hal tersebut, ia meyakini jika Firli layak ditetapkan sebagai tersangka.
"Jadi kalau kamu tanya (apakah Firli harus) mundur dulu atau apa dulu (sebelum ditetapkan sebagai tersangka), ya itu hanya, ya managerial aja lah, managerial implications saja lah, moral dan seterusnya," tutur Saut.