KPK Menang, Pengadilan Negeri Jaksel Tolak Praperadilan Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan
Hakim menolak gugatan praperadilan yang diajukan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Persero 2009-2014 Karen Agustiawan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Tumpanuli Marbun, menolak gugatan praperadilan yang diajukan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Persero 2009-2014, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
Karen sebelumnya menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran tidak terima dijadikan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.
“Eksepsi dinyatakan tidak dapat diterima,” ucap Hakim Tumpanuli Marbun saat membacakan putusan praperadilan di PN Jaksel pada Kamis (2/11/2023).
Tumpanuli menjelaskan alasan penolakan praperadilan yang diajukan Karen Agustiawan.
Dikatakan dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG telah terjadi kerugian keuangan negara.
Baca juga: KPK Periksa Nicke Widyawati Sebagai Saksi Kasus Korupsi Pengadaan LNG yang Menjerat Karen Agustiawan
Selain itu, bukti-bukti yang dimiliki KPK dalam menjerat Karen dinilai sangat kuat dan meyakinkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Berkenaan dengan itu, Tumpanuli menyatakan bahwa praperadilan yang diajukan Karen harus ditolak.
“Menimbang bahwa permohonan pemohon tersebut di atas harus juga dinyatakan tidak dapat diterima,” kata hakim itu.
Sebelumnya, KPK telah menghadirkan sebanyak 121 bukti termasuk bukti elektronik dalam sidang praperadilan yang diajukan Karen Agustiawan.
Ali mengatakan, KPK yakin proses hukum terkait penetapan tersangka Karen telah sesuai prosedur dalam hukum acara pidana.
Oleh karena itu, KPK meyakini hakim tunggal PN Jaksel akan menolak permohonan praperadilan Karen Agustiawan.
"Sudah seharusnya permohonan praperadilan dimaksud ditolak," ujar Ali, Senin (30/10/2023).
KPK menetapkan Dirut Pertamina 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021.
Kasus bermula sekira tahun 2012, di mana PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pengadaan LNG dimaksud diperuntukkan bagi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
"Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009-2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.
Dikatakan Firli, Karen yang diangkat sebagai Dirut Pertamina periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, lanjut Firli, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina.
Selain itu, kata Firli, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali. Sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
"Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia," jelas Firli.
Atas kondisi oversupply tersebut, ujar Firli, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina.
"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," beber Firli.
Atas perbuatannya, Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.