Bacakan Duplik, Pihak Terdakwa Singgung Nilai Kerugian Negara Kasus Korupsi Tower BTS Kominfo
Nilai kerugian negara yang disebutkan dalam audit BPKP lebih besar dari nilai proyek yang dikerjakan oleh konsorsium pemenang lelang tower BTS.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Theresia Felisiani
![Bacakan Duplik, Pihak Terdakwa Singgung Nilai Kerugian Negara Kasus Korupsi Tower BTS Kominfo](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/kuasa-hukum-irwan-hermawan-usai-diperiksa-kejagung.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai kerugian negara oleh Kejaksaan Agung berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G tengah menjadi sorotan.
Pasalnya, nilai kerugian negara yang disebutkan dalam audit itu lebih besar dari nilai proyek yang dikerjakan oleh konsorsium pemenang lelang.
Selain itu, jumlah menara BTS tahap I yang telah selesai dibangun sebanyak 3.029 menara, dimana 2.952 menara di antaranya sudah terkoneksi ke operator seluler.
“Bahkan sampai awal September 2023, jumlah menara yang telah selesai dan terkoneksi ke operator atau siap dikoneksikan ke operator seluler telah mencapai hampir 100 persen, itu diluar site yang terkendala oleh keadaan kahar. Dana pembangunan BTS yang kategori kahar tersebut juga telah dikembalikan kepada negara,” kata Maqdir Ismail, penasihat hukum terdakwa Galumbang Menak dan Irwan Hermawan dalam sidang duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).
![Maqdir Ismail penasihat hukum terdakwa Galumbang Menak saat ditemui usai persidangan pleidoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/maqdir-ismail-penasihat-hukum-terdakwa-galumbang-menak.jpg)
Dalam kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G ini Kejaksaan Agung menyebutkan adanya kerugian sebesar Rp 8,03 triliun.
Jumlah itu diketahui lebih besar dari dana realisasi yang diterima oleh konsorsium penyedia infrastruktur BTS yang hanya mencapai Rp 7,7 triliun.
Kejaksaan Agung menyebut kerugian tersebut berasal dari kegiatan penyediaan infrastruktur BTS dan infrastruktur pendukungnya yang belum selesai dikerjakan.
Sedangkan pemerintah sudah melakukan pembayaran 100 persen dari total target 4.200 menara BTS yang harus selesai dibangun, sebanyak 3.242 menara BTS belum selesai dikerjakan hingga tenggat 31 Maret 2022.
Artinya hanya 958 menara atau hanya 23 persen menara BTS yang diakui oleh BPKP.
Baca juga: Tenaga Ahli HUDEV UI Yohan Suryanto Divonis 5 Tahun Penjara Terkait Korupsi Tower BTS Kominfo
Maqdir menjelaskan, 3.242 BTS yang dianggap mangkrak oleh Kejagung tersebut sejatinya sebagian besar telah selesai dan hanya menunggu proses serah terima secara administratif.
Oleh karena itu BPKP dianggap tetap harus menilai valuasinya sehingga tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara.
“Faktanya menara yang dipersoalkan itu sudah berdiri dan bisa dioperasikan. Bahkan BTS-BTS itu telah memberikan sinyal 4G kepada masyarakat, serta telah memberikan manfaat bagi operator seluler maupun BAKTI yang menerima pembayaran dari operator seluler,” ujar Maqdir.
Dia pun menilai bahwa kerugian negara yang disebutkan dalam dakwaan jaksa tidaklah tepat.
Katanya, proyek BTS yang masih dalam tahap pengerjaan semestinya diperhitungkan sebagai barang yang menjadi milik negara.
"Bagaimana mungkin penuntut umum kejaksaan mendakwa bahwa proyek BTS yang belum selesai dianggap sebagai kerugian negara (total loss). Padahal seharusnya proyek BTS yang masih proses pengerjaan sudah sewajarnya dihitung karena barang yang sudah dibeli telah menjadi milik negara," katanya.
![Mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak, selaku terdakwa usai jalani sidang pembacaan replik kasus dugaan korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/mantan-direktur-utama-pt-mora-telematika-indonesia-galumbang-menak-usai-sidang-korupsi-tower-bts-4g.jpg)
Dalam perkara ini, Irwan Hermawan telah dituntut 6 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsidair satu tahun penjara, dan uang pengganti Rp 7 miliar.
Sedangkan Galumbang Menak telah dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair satu tahun penjara.
Selain itu, dalam Majelis yang sama, terdakwa Mukti Ali dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan penjara.
Tuntutan demikian dilayangkan jaksa karena menganggap Galumbang Menak bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Galumbang juga dianggap telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.