Duduk Perkara Kasus yang Jerat Eddy Hiariej hingga Ditetapkan Jadi Tersangka
Begini duduk perkara kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Eddy Hiariej hingga berujung penetapan sebagai tersangka oleh KPK.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi.
Kabar ini dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Alex menyebut penetapan tersangka terhadap Eddy sudah ditetapkan sejak dua minggu lalu.
"Penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu, dengan empat orang tersangka, dari pihak penerima tiga, dan pemberi satu. Itu, klir," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).
Lalu bagaimana duduk perkara kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Eddy hingga berujung penetapan tersangka oleh KPK?
Berawal dari Laporan IPW
Kasus ini berawal dari laporan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 lalu.
Pada saat itu, Sugeng melaporkan Eddy terkait dugaan penerimaan uang senilai Rp 7 miliar.
Sugeng menjelaskan ada tiga peristiwa yang dianggapnya sebagai perbuatan pidana.
Pertama terkait dugaan pemberian uang Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy lewat asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana.
Baca juga: Profil Eddy Hiariej, Wamenkumham yang Jadi Tersangka Dugaan Gratifikasi Rp 7 M
Pada saat itu, Sugeng pun turut menunjukkan bukti elektronik saat berbicara itu.
Bukti elektronik itu berupa tangkapan layar sebuah chat di mana Eddy Hiariej mengakui Yogi Ari Rukmana dan seorang pengacara bernama Yoshi Andika Mulyadi.
"Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH. Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," tutur Sugeng saat itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sementara peristiwa kedua yaitu adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosi.
"Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.
Sugeng pun menduga pemberian uang Rp 3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Kemudian, pada 13 September 2022, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus.
Alhasil, kata Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).
Dalam hal ini, Sugeg mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM.
Namun, HH sudah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.
"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, bakik badan lah gitu ya,'," kata Sugeng.
Lalu terkait pemberian uang dengan total Rp 7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikemablikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer.
Dengan pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.
"Apa artiya? Yang penerimaan tunai Rp 3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH, itu perbuatan kedua," beber Sugeng.
Baca juga: Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Hiariej Irit Bicara Usai Dimintai Keterangan oleh KPK
Selanjutnya, peristiwa terakhir terkait adanya komunikasi antara Helmut dan Eddy yang disebut Sugeng meminta agar Yogi dan Yosi ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.
"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, saudara YAR. Ini aktanya ya. Jadi, ada tiga perbuatan. Uang Rp4 miliar, Rp3 miliar kemudian permintaan tercantum. Ini bukti-bukti yang kami lampirkan dalam laporan kami ke KPK," pungkas Sugeng.
Eddy Sempat Klarifikasi, Sebut IPW Lakukan Fitnah
Terkait laporan ini, Eddy pun sempat melakukan klarifikasi dan menyebut IPW telah melakukan fitan kepadanya.
Kemudian, Eddy pun datang ke KPK untuk membantah seluruh laporan IPW dengan membawa bukti.
“Atas inisiatif kami sendiri, kami melakukan klarifikasi kepada KPK atas aduan IPW yang tendensius mengarah kepada fitnah,” kata Eddy pada 20 Maret 2023 lalu dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Hiariej Irit Bicara Usai Dimintai Keterangan oleh KPK
Namun, Eddy justru tidak melaporkan IPW mesti menurutnya laporan kepadanya adalah fitnah.
Hal tersebut lantaran IPW merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sedang menjalankan tugas sebagai watchdog.
“Kalau pejabat itu diadukan yang harus dilakukan itu bukan malah lapor balik ke Bareskrim tetapi melakukan klarifikasi ya,” jelas Eddy.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)(Kompas.com/Irfan Kamil)