Mahfud MD Buka Suara soal Wamenkumham Eddy Hiariej Jadi Tersangka, Anggap Bukti KPK Tak Pandang Bulu
Menko Polhukam Mahfud MD buka suara soal penetapan Wamenkumham Eddy Hieriej sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp 7 miliar.
Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD buka suara soal penetapan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.
Mahfud MD menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membuktikan tidak pandang bulu dalam menangani kasus korupsi.
"Tindakan hukum harus tidak pandang bulu dan itu dibuktikan, meskipun masih banyak kritik terharap KPK tapi sudah membuktikan tidak pilih menteri, wamen, kepala daerah, memang harus begitu harus ditindak secara tegak dan transparan," ucap Mahfud MD, dikutip dari Kompas TV, Jumat (10/11/2023).
Baca juga: Fakta-fakta Wamenkumham Eddy Hiariej Jadi Tersangka Dugaan Gratifikasi, Punya Harta Rp 20,6 M
Eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut, KPK pasti sudah mengantongi dua alat bukti sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Karena itu, Mahfud menilai KPK tidak mungkin sembarangan menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dugaan penerima suap dan gratifikasi.
"Ketika KPK menetapkan seorang tersangka, pasti sudah ada dua alat bukti yang cukup bahwa peristiwa korupsi atau pencucian uang sudah terjadi," ucap Mahfud.
"Tinggal nanti menguji alat bukti itu di pengadilan."
Dalam kesempatan itu, Mahfud mewanti-wanti semua pihak untuk menjauhi aksi korupsi.
Ia menilai, korupsi merupakan tindakan jahat yang harus diberantas.
"Makanya saya berpesan jangan jadi koruptor, tirulah para pahlawan itu mengorbankan nyawa dan raga untuk kemakmuran rakyat sedangkan koruptor itu mengorbankan harga diri dan rakyat jelata untuk kemiskinan rakyat. Koruptor itu jahat sekali harus disikat," tukas Mahfud.
Baca juga: KPK Tak Grasah-grusuh Dalam Penyelesaian Perkara Dugaan Suap Wamenkumham Eddy Hiariej
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyampaikan lembaga anti-rasuah itu telah menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp 7 miliar.
Eddy Hiariej diduga menerima suap miliaran rupiah dari seorang seorang pengusaha bernama Helmut Hermawan yang meminta konsultasi hukum padanya.
Selain Eddy Hiariej, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya.
Menurut Alexander, dari empat tersangka, tiga di antaranya merupakan pihak penerima suap.
Sedangkan satu orang lainnya merupakan pihak pemberi suap.
Duduk Perkara Kasus yang Jerat Eddy Hiariej
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Eddy Hiariej terkait dugaan gratifikasi.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebut penetapan tersangka terhadap Eddy sudah dilakukan sejak dua minggu lalu.
Kasus ini berawal dari laporan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 lalu.
Pada saat itu, Sugeng melaporkan Eddy terkait dugaan penerimaan uang senilai Rp 7 miliar.
Sugeng menjelaskan ada tiga peristiwa yang dianggapnya sebagai perbuatan pidana.
Pertama terkait dugaan pemberian uang Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy lewat asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana.
Baca juga: Pasca-Penetapannya Sebagai Tersangka Korupsi, Wamenkumham Eddy Hiariej Santai dan Tenang
Pada saat itu, Sugeng pun turut menunjukkan bukti elektronik saat berbicara itu.
Bukti elektronik itu berupa tangkapan layar sebuah chat di mana Eddy Hiariej mengakui Yogi Ari Rukmana dan seorang pengacara bernama Yoshi Andika Mulyadi.
"Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH."
"Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," tutur Sugeng saat itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sementara peristiwa kedua yaitu adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosi.
"Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.
Sugeng pun menduga pemberian uang Rp 3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Kemudian, pada 13 September 2022, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus.
Baca juga: Ditetapkan Tersangka Korupsi, Wamenkumham Eddy Hiariej Dinas ke Balikpapan Bersama Yassona Laoly
Alhasil, kata Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).
Dalam hal ini, Sugeg mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM.
Namun, HH sudah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.
"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, bakik badan lah gitu ya'," kata Sugeng.
Lalu terkait pemberian uang dengan total Rp 7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikembalikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer.
Dengan pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.
"Apa artiya? Yang penerimaan tunai Rp 3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH, itu perbuatan kedua," beber Sugeng.
Selanjutnya, peristiwa terakhir terkait adanya komunikasi antara Helmut dan Eddy yang disebut Sugeng meminta agar Yogi dan Yosi ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.
"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, saudara YAR. Ini aktanya ya. Jadi, ada tiga perbuatan."
"Uang Rp4 miliar, Rp3 miliar kemudian permintaan tercantum. Ini bukti-bukti yang kami lampirkan dalam laporan kami ke KPK," pungkas Sugeng.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Yohanes Liestyo Poerwoto)