KontraS Kritik Revisi UU ITE Jilid 2: Mendadak hingga Masih Ada Pasal Karet
KontraS menyebut revisi UU ITE yang sudah disepakati menjadi beleid inisiatif DPR diputuskan secara mendadak dan masih ada pasal karet.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Perubahan Kedua UU ITE yang menjadi beleid inisiatif DPR pada rapat paripurna yang digelar, Selasa (5/12/2023) lalu.
Peneliti KontraS, Rozy Brilian, menilai pengesahan revisi UU ITE jilid 2 ini serba mendadak dan tanpa adanya proses partisipasi secara maksimal.
Rozy mengatakan partisipasi dari elemen masyarakat diperlukan lantaran banyak memakan korban terkait UU ITE ini.
"Pengesahan ini sifatnya sangat mendadak dan kilat karena tanpa didahului proses partisipasi yang maksimal. Padahal partisipasi tersebut sangatlah penting karena UU ITE sendiri telah banyak menjadi concern banyak pihak dan banyak memakan korban," ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (6/12/2023).
Rozy juga mengkritik proses revisi UU ITE lantaran dianggap olehnya dilakukan secara tertutup oleh DPR.
Baca juga: Revisi UU ITE: Pencemaran Nama Baik Harus Diadukan Korban, Tidak Boleh Orang Lain
Dia pun berharap agar revisi tersebut tetap dilakukan transparan kendati di sisi lain ada desakan untuk segera melakukan revisi yang dimaksud.
"Saat disepakati, masyarakat bahkan belum menerima salinan resmi naskah rancangan revisi UU ITE karena proses pembahasan selama ini dilakukans ecara tertutup dan tidak membuka ruang partisipasi publik yang bermakna."
"Betul, UU ini didesak untuk segera direvisi, akan tetapi proses revisinya seharusnya dilakukan secara transparan, berbasis akuntabilitas, dan bermartabat," jelas Rozy.
Tak hanya terkait proses, Rozy turut menyoroti pasal yang masih dianggapnya problematik dan bersifat karet berdasarkan draf RUU ITE yang sudah disahkan.
Contohnya adalah Pasal 27 A soal menyerang kehormatan atau nama baik.
Rozy menilai pasal tersebut masih bersifat karet dan dapat digunakan untuk membungkat masyarakat yang kritis.
"Pasal ini sebetulnya hanya merupakan duplikasi dari Pasal 27 ayat (3). Pasalnya tentu masih bersifat karet dan dapat digunakan untuk mempidanakan masyarakat ayng kritis," tuturnya.
Adapun Pasal 27A berbunyi:
"Setiap orang dengan sengaja menyerang kehrmatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik."
Baca juga: Anies Baswedan Janji Akan Revisi UU ITE, Ini Alasannya
Rozy mengatakan pasal itu sebaiknya dihilangkan saja lantaran menurutnya sudah diatur dalam KUHP baru.
Selain itu, sambungnya, sudah ada banyak korban akibat Pasal 27A ini yang dianggapnya pasal karet.
"Betul (seharusnya dihapus), pasal ini telah terbukti memakan banyak korban, sehingga sudah seharusnya dihilangkan, Pun KUHP baru juga sudah mengatur norma serupa," ujarnya.
Lebih lanjut, Rozy pun menyayangkan pihaknya tidak dilibatkan dalam proses revisi UU ITE itu.
Padahal, menurutnya, rekannya yaitu Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dan pendiri Lokataru, Haris Azhar menjadi 'korban' akibat adanya UU ITE.
Seperti diketahui, Fatia dan Haris dilaporkan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan akibat dinilai melakukan pencemaran nama baik atas dirinya dalam sebuah siniar di kanal YouTube Haris.
Kini, mereka pun dituntut 3,5 tahun penjara.
"Koordinator kami yang kemarin menjadi korban dari UU ITE ini, tapi pelibatan pada kami juga tidak ada. Bahkan hingga Fatia dan Haris mengajukan judicial review ke MK," tuturnya.
20 Tambahan dan Perubahan UU ITE Pasca Revisi Diketok DPR
Sebelumnya, DPR mengesahkan revisi soal UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Perubahan ke-2 UU ITE.
Pengesahan tersebut dilakukan saat rapat paripurna ke-10 penutupan masa persidangan II tahun sidang 2023-2024 pada Selasa (5/12/0223).
Pada sidang paripurna ini, ada 20 pasal yang mengalami perubahan maupun penambahan pada revisi UU ITE.
Hal ini dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari.
Dalam penjelasannya, Abdul mengungkapkan keputusan revisi UU ITE ini dilakukan seusai Komisi I DPR dan pemerintah menyetujuinya dalam rapat yang digelar pada 22 November 2023.
"Pada rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I tentang perubahan kedua atas RUU ITE pada tanggal 22 November 2023, fraksi-fraksi di Komisi I DPR bersama pemerintah telah menyetujui beberapa substansi terkait dengan pasal perubahan dan atau pasal sisipan dalam UU ITE," ujarnya.
Abdul mengatakan ada 20 perubahan dan pasal sisipan yang telah disepakati yaitu:
1. Konsiderans menimbang.
2. Ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah.
3. Perubahan ketentuan mengenai tanda tangan elektronik dan penyelenggara sertifikasi elektronik yang wajib berbadan hukum.
4. Penambahan ketentuan mengenai penyelenggaraan sertifikasi elektronik.
5. Menambah penjelasan pasal mengenai andal, aman, beroperasi sebagaimana mestinya yang bertanggung jawab.
6. Penambahan ketentuan mengenai kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk memberikan perlindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses sistem elektronik.
7. Penambahan ketentuan mengenai memberi sanksi kepada penyelenggara sistem elektronik yang tidak memberikan perlindungan bagi anak.
8. Penambahan ketentuan mengenai transaksi elektronik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak serta menggunakan tanda tangan elektronik yang diamankan dengan sertifikat elektronik.
9. Penambahan ketentuan mengenai kontrak elektronik internasional yang menggunakan klausul baku yang dibuat oleh penyelenggara sistem elektronik memiliki kewajiban unutk diatur dengan hukum Indonesia.
10. Perubahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak untuk menyiarkan, mempertunjukkan dan mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum, serta larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.
11. Penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, dengan cara menuduhkan sesuatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.
12. Penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk mendapatkan suatu barang yang sebagian atau selruuhnya milik orang tersebut atau milik orang lain atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang.
13. Perubahan ketentuan tentang larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan, menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain, sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
14. Perubahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti.
15. Perubahan rujukan pasal ketentuan larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan yang larangan dan mengakibatkan kerugian materill.
16. Perubahan ketentuan mengenai kewenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum, muatan pornografi, perjudian, dan lain-lain.
17. Penambahan ketentuan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.
18. Penambahan ketentuan mengenai kewenangan PPNS.
19. Perubahan ketentuan pidana.
20. Ketentuan peralihan terkait pemberlakuan beberapa pasal perubahan UU ITE sampai dengan diberlakukannya UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
Baca juga: Menkominfo Budi Arie Sebut Revisi UU ITE Sikapi Dinamika Ruang Digital
Selanjutnya, Wakil Ketua DPR, Lodewijk F Paulus menanyakan kepada peserta sidang paripurna yang hadir apakah menyetujui poin-poin perubahan dan pasal sisipan yang telah disepakati dan dibacakan oleh Abdul.
Revisi UU ITE pun kemudian disetujui oleh seluruh anggota DPR yang hadir saat rapat paripurna.
"Apakah Rancangan UU tentang Perubahan ke-2 atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU," tanya Lodewijk.
"Setuju," jawab anggota Dewan dan diikuti ketokan palu pengesahan.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)