Kaleidoskop 2023 : Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati, Tanggapan Pengamat Hukum hingga Politisi
Melalui akun Tiktok miliknya, Syarifah Ima mengungkapkan keinginannya melalui keterangan unggahannya
Penulis: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo.
Majelis hakim menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah dalam kematian Yosua Hutabarat.
"Mengadili menyatakan Ferdy Sambo dan sah meyakinkan besalah dan tindak pinda serta melakukan pembunuhan berencana yang mengakibatkan dan dilakukan bersama-sama dijatuhkan hukuman pidana mati. Beban negara dibebankan kepada terdakwa,"ujar Hakim ketua Wahyu Iman Santoso di PN Jakarta Selatan, Rabu (13/2/2023).
Namun Mahkamah Agung menganulir hukuman mati Ferdy Sambo yakni menjadi penjara seumur hidup juga 3 terdakwa lainnya.
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dari 20 tahun menjadi 10 tahun, Kuat Ma'ruf, dari 15 tahun menjadi 10 tahun dan Ricky Rizal dari penjara 13 tahun menjadi 8 tahun.
Baca juga: Putri Candrawathi Dapat Remisi Natal selama 1 Bulan, Tidak Berlaku untuk Ferdy Sambo
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan hukuman mati terdakwa kasus pembunuhan berencana, Ferdy Sambo, tidak mengagetkan.
"Keputusan MA ini sebenarnya sudah tidak mengagetkan lagi di publik. Pola-pola seperti ini sudah sering terjadi, bagaimana seorang elite entah di lembaga apapun di level tertinggi kemudian dianulir," ungkap Bambang dalam talkshow Overview Tribunnews, Kamis (10/8/2023).
Menurutnya, publik sudah memprediksi hukuman Ferdy Sambo akan diperingan dalam tingkat tertentu.
"Tanpa ada pengawalan dari publik, vonis-vonis seperti ini sudah menjadi prediksi oleh publik," ujarnya.
Bambang mengatakan putusan MA jauh dari rasa keadilan.
"Ya, sangat jauh dari rasa keadilan, memang sejak awal kalau kita melihat, keputusan-keputusan hanya sekadar bombastis saja, mungkin hanya terkait dengan vonis pada Ferdy Sambo cs sangat tinggi, tapi sangat jauh berbeda dengan vonis yang diberikan Eliezer misalnya, padahal Eliezer terbukti pelaku penembakan."
"Makanya keputusan-keputusan sejak awal sudah sangat janggal, relatif memunculkan spekulasi ada skenario-skenario lain di luar kepentingan hukum."
"Dan ini sangat mencederai rasa keadilan," ujar Bambang.
Sementara pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Albert Aries mengatakan, hak remisi tak bisa diberikan terhadap narapidana dengan hukuman penjara seumur hidup.
Albert mulanya mengatakan, UU No 1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru belum memiliki dampak langsung terhadap putusan penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo.
Baca juga: Profil Irjen Andi Rian, Kapolda Sulsel Baru, Pernah Tangani Kasus KM 50 hingga Ferdy Sambo
"Karena KUHP Baru belum berlaku sebagai hukum positif dan yang bersangkutan selaku terpidana masih bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) sebagai upaya hukum luar biasa, terlepas PK-nya ditolak atau dikabulkan nanti," kata Albert saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (11/8/2023).
"Jadi kita tidak bisa membahas soal remisi dulu, karena putusan kasasi Mahkamah Agung adalah putusan yg berkekuatan hukum tetap dan bisa langsung dieksekusi tanpa menunggu putusan PK," sambungnya.
Meski demikian, Albert meyakini, Ferdy Sambo tak bisa mendapat hak remisi.
Hal itu terkait, dijelaskan Albert, sesuai dengan Pasal 10 UU No 22 Tahun 2022 Tentang Permasyarakatan, yang menaruh pengecualian pemberian hak remisi terhadap terpinada penjara seumur hidup.
Ahli Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, juga memberi tanggapan soal putusan MA yang menggugurkan vonis mati Ferdy Sambo menjadi seumur hidup.
Agustinus Pohan mengatakan, putusan MA tersebut sudah tepat sebab hukuman pidana mati berlebihan tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan.
"Saya setuju atas tidak digunakannya pidana mati terhadap Ferdy Sambo, koreksi MA sudah tepat."
"Pidana mati merupakan sanksi yang berlebihan dan tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan," ujarnya.
Sementara anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta publik untuk menerima keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan vonis pidana penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Sebagai sebuah putusan, maka apa yang diputuskan oleh MA atas permohonan kasasi dari Ferdy Sambo itu ya mesti kita terima sebagai realitas hukum,” ujar Arsul dikutip dari Tribunnews, Selasa (8/8/2023).
Bahkan, lanjut dia, jika pun vonis pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri kemudian dikuatkan oleh MA, Sambo tidak perlu dieksekusi jika sudah menjalani 10 tahun pidana penjara.
Baca juga: Sejumlah Anggota yang Terlibat Kasus Ferdy Sambo Kembali Bertugas, Polri Klaim Sudah Sesuai Prosedur
Sebab, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru sudah berlaku, dan di situ mengatur bahwa terpidana mati yang belum dieksekusi setelah menjalani tahanan selama 10 tahun, hukumannya bisa diubah menjadi seumur hidup.
“KUHP baru yang termuat dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 secara jelas mengatur mengenai perubahan pidana mati menjadi pidana seumur hidup dengan syarat-syarat tertentu.”
“Artinya seandainya pun Ferdy Sambo tetap divonis mati, maka dia tidak bisa dieksekusi jika syarat-syarat untuk bisa mendapatkan perubahan dari pidana mati ke pidana seumur hidup itu bisa dia penuhi,” lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, hakim MA menolak kasasi yang diajukan oleh Ferdy Sambo dan jaksa penuntut umum.
MA kemudian memutuskan untuk mengubah hukuman bagi Ferdy Sambo, dari pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri dan dikuatkan pengadilan tinggi, menjadi pidana penjara seumur hidup.
“Pidana penjara seumur hidup,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Sobandi dalam konferensi pers, Selasa (8/8/2023).
Selain mengurangi hukuman pidana untuk Ferdy Sambo, MA juga memotong hukuman untuk tiga terdakwa lainnya, yakni Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal Wibowo.
Hukuman untuk Putri Candrawathi yang pada tingkat pengadilan negeri dan tinggi diputuskan 20 tahun penjara, menjadi pidana penjara selama 10 tahun.
Sementara, hukuman untuk Kuat Maruf, yang tadinya pidana penjara selama 15 tahun, menjadi 10 tahun.
Sedangkan untuk Ricky Rizal Wibowo yang tadinya pidana penjara selama 13 tahun, menjadi pidana penjara selama 8 tahun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.