Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penjelasan KPK soal Kemungkinan Sidang In Absentia Harun Masiku

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait usulan sidang in absentia untuk eks caleg PDIP Harun Masiku.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Penjelasan KPK soal Kemungkinan Sidang In Absentia Harun Masiku
kolase tribunnews: kpu.go.id/kompasTV/ist
Kolase foto Harun Masiku, DPO KPK yang sudah tiga tahun belum tertangkap. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait usulan sidang in absentia untuk eks caleg PDIP Harun Masiku. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait usulan sidang in absentia untuk eks caleg PDIP Harun Masiku.

Sidang in absentia sendiri adalah upaya melangsungkan persidangan tanpa menghadirkan terdakwa di pengadilan.

Menurut Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango, sidang in absentia dimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Namun, biasanya in absentia bertujuan untuk menyelamatkan kerugian keuangan negara. 

Dalam hal ini kasus yang melatarbelakanginya ialah kasus korupsi dengan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor atau perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Undang-undang memang memungkinkan peradilan in absentia (Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor), hanya saja praktek peradilan in absentia ini lebih ditujukan pada penyelamatan kekayaan negara, sehingga tanpa kehadiran terdakwa, perkara dapat diperiksa dan diputus oleh pengadilan (penjelasan Pasal 38 ayat (1)," jelas Nawawi kepada wartawan, Jumat (5/1/2024).

"Lepas dari itu, semua kemungkinan yang bertujuan pada kepastian hukum tentu akan dipertimbangkan," imbuh pimpinan KPK berlatar belakang hakim ini.

Baca juga: Kaleidoskop 2023: Sayembara hingga Firli Bahuri Lengser, Harun Masiku Masih Belum Tersentuh KPK

Berita Rekomendasi

Hanya saja, dalam kasus Harun Masiku, KPK cuma menerapkan pasal suap. 

Harun bertindak sebagai pemberi dalam perkara suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 ini.

Jadi, kalau menurut Nawawi, pelaksanaan in absentia bertentangan dengan perkara Harun Masiku.

"In absentia ini bagus pada kasus-kasus di mana terdakwa yang misal melarikan diri, tetapi meninggalkan aset-aset yang dapat menutupi kerugian negara yang telah ditimbulkannya, jadi sangat berbeda dengan case si Harun Masiku ini," terangnya.

Usulan agar KPK menerapkan in absentia terhadap perkara Harun Masiku sebelumnya dilontarkan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

MAKI mensinyalir Harun Masiku yang telah buron sejak 2020 silam itu sudah meninggal dunia.

Atas dasar itu, MAKI mendorong KPK menyidangkan Harun Masiku secara in absentia.

Boyamin menilai, persidangan secara in absentia berguna untuk segera menuntaskan kasus tersebut. 

Apalagi, katanya, sisa masa jabatan pimpinan KPK periode saat ini tinggal setahun.

"Kalau disidangkan in absentia itu lebih bagus karena posisi yang sekarang biar tidak mengambang, tidak jadi PR, pimpinan KPK sekarang tinggal kurang 1 tahun dan kemudian kalau disidangkan in absentia 3-6 bulan, maka tuntas perkara Harun Masiku," sebut Boyamin tempo lalu.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman usai jadi saksi di persidangan etik Ketua KPK Nonaktif, Firli Bahuri Jumat (22/12/2023).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman usai jadi saksi di persidangan etik Ketua KPK Nonaktif, Firli Bahuri Jumat (22/12/2023). (Tribunnews.com/ Ashri Fadilla)

Sementara itu, penegasan sidang in absentia bagi Harun Masiku belum bisa dilakukan disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Menurut Alex, keberadaan Harun Masiku yang belum jelas adalah kendalanya.

Alex khawatir apabila sidang in absentia digelar, lalu Harun memang benar meninggal, maka persidangan menjadi tidak sah.

"Lha wong keberadaannya saja sampai sekarang enggak jelas. Masih ada atau sudah enggak ada. Kalau disidang in absentia enggak tahunya yang bersangkutan sudah enggak ada kan jadi enggak sah sidangnya," ujar Alex kepada wartawan, Jumat (5/1/2024).

Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Harun Masiku selaku pemberi suap tidak bisa dikenakan pasal TPPU.

Pasal pencucian uang, lanjut Ali, hanya bisa dikembangkan kepada pihak penerima suap.

Ali menjelaskan, pihak pemberi hanya bertanggung jawab sebatas yang ia berikan kepada penerima.

"Pemberi enggak bisa di-TPPU kan dll, hanya sebatas yang ia berikan saja yang dipertanggungjawabkan. Beda dengan penerima, bisa yang ia terima dari terdakwa dan pihak-pihak lain," kata Ali kepada wartawan, Jumat (5/1/2024).


Kasus Harun Masiku

Dalam perkaranya, Harun Masiku menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan, agar mengupayakan permohonan PAW Anggota DPR Dapil Sumatera Selatan I, yakni Riezky Aprilia, kepada dirinya.

Suap berkaitan dengan keinginan Harun Masiku menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.

Wahyu Setiawan bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina--orang kepercayaan Wahyu--terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau setara dengan Rp600 juta.

Kasus yang menjerat Harun Masiku bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 8 Januari 2020 lalu. 

Baca juga: Kata KPK soal MAKI Sebut Kemungkinan Harun Masiku Sudah Meninggal: Biar Kami Tetap Semangat

Saat itu, tim satgas KPK membekuk sejumlah orang, termasuk Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU dan orang kepercayaannya yang merupakan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.

Sementara, Harun Masiku yang diduga menyuap Wahyu Setiawan seolah hilang ditelan bumi. 

Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali.

Pada 16 Januari 2020, Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly, menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia. 

Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta. 

Setelah ramai pemberitaan mengenai kembalinya Harun ke Indonesia, belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia. 

KPK menetapkan Harun Masiku sebagai buronan atau masuk dalam daftar pencarian orang sejak 29 Januari 2020.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas