Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo Diperiksa soal Kasus Pemerasan Firli Bahuri di Bareskrim Hari Ini
Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) hari ini kembali diperiksa Bareskrim soal kasus pemerasan oleh eks Ketua KPK, Firli Bahuri.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait kasus pemerasan oleh eks Ketua KPK, Firli Bahuri.
Pemeriksaan terhadap SYL akan kembali dilakukan di Bareskrim Polri hari ini, Kamis (11/1/2024) sekira pukul 10.00 WIB.
"Betul, jam 10 pagi ini di Bareskrim lantai 6," kata Kuasa Hukum SYL, Jamaludin Koedoeboen saat dihubungi, Kamis.
Jamaludin menyebut informasi yang dia dapat, kliennya akan dikonfrontir dalam agenda pemeriksaan kali ini. Namun, dia tak memastikan kliennya akan dikonfrontir dengan siapa.
"(Agenda pemeriksaan) kayaknya konfrontir deh, sepertinya ya, belum tahu pastinya," ungkapnya.
Dalam pemeriksaan ini, Jamaludin mengaku akan mendampingi kliennya tersebut. Nantinya akan ada bukti yang dibawa oleh pihaknya.
"Ya kami ada bukti-bukti yang sekiranya dibuktikan," ucapnya.
Tribunnews.com sudah mencoba menghubungi Wadir Tipidkor Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa dan Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak.
Namun, hingga berita ini ditayangkan, keduanya belum menjawab terkait kepastian pemeriksaan terhadap SYL tersebut.
Bakal Periksa Firli Bahuri untuk Lengkapi Berkas
Pihak kepolisian dipastikan belum mengembalikan berkas perkara pemerasan eks Ketua KPK, Firli Bahuri dalam waktu dekat setelah dinyatakan belum lengkap oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Diketahui, hari ini, Kamis (11/1/2024) merupakan tenggat waktu atau deadline bagi polisi mengembalikan berkas perkara pemerasan ke mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"(Belum diserahkan hari ini) masih proses pemenuhan petunjuk P19 jaksa penuntut umum (JPU)," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak saat dihubungi, Kamis.
Ade mengatakan ada sejumlah petunjuk yang diterima oleh penyidik dari jaksa sebagai bentuk pemenuhan berkas perkara tersebut.
Satu di antaranya adalah masih diperlukanya pemeriksaan terhadap Firli Bahuri sebagai tersangka hingga saksi-saksi baru dalam perkara tersebut.
"Materi pemenuhan P19 itu sebagai berikut, pertama pemeriksaan terhadap saksi baru, kedua, permintaan keterangan tambahan terhadap saksi yang sudah diperiksa sebelumnya dan permintaan keterangan tambahan terhadap tersangka (Firli Bahuri)" ungkapnya.
Meski begitu, Ade tak merinci kapan penyidik akan kembali memeriksa Firli Bahuri termasuk soal sosok saksi-saksi baru yang akan diperiksa.
Dia hanya memastikan sejauh ini penyidik tidak menemukan kendala apapun dalam memenuhi petunjuk jaksa untuk melengkapi berkas perkara tersebut.
"Tidak ada kendala," singkatnya.
Firli Bahuri Jadi Tersangka
Polisi menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara setelah melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.
"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan nya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023) malam.
Adapun Firli terbukti melakukan pemerasan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," jelasnya.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
"Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ungkap Ade.