Pimpinan MPR: Indonesia Harus Komitmen Kurangi Dampak Perubahan Iklim saat Periode Transisi Energi
Rerie, sapaan akrab Lestari, pengelolaan sumber daya alam dan mineral di Indonesia selain menjamin ketahanan energi juga mesti menunjang kesejahteraan
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengingatkan, upaya membangun kemandirian dan keberlanjutan energi harus diwujudkan di tengah dinamika ketersediaan sumber mineral dan energi di tanah air.
"Pada periode transisi energi saat ini, kita harus berkomitmen penuh mengurangi dampak perubahan iklim dan menjamin pelestarian lingkungan yang mampu mendukung ketahanan energi yang kita miliki," katanya, saat membuka diskusi daring bertema Tata Kelola Ketahanan Energi Indonesia Menuju 2045 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (17/1/2024).
Baca juga: PLN-Pemerintah Resmikan Rumah Bersama Transisi Energi, Ini Fungsinya
Menurut Lestari, sesuai amanat konstitusi, implikasi perlindungan negara juga termasuk pemenuhan kebutuhan masyarakat yang secara khusus tertuang dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, terkait kekayaan alam yang dikelola negara harus dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.
Dalam konteks itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, pengelolaan sumber daya alam dan mineral di Indonesia selain menjamin ketahanan energi juga mesti menunjang kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Tingkatkan Kewaspadaan Masyarakat dalam Hadapi Potensi Bencana
Per November 2023, Dewan Energi Nasional (DEN) menyampaikan bahwa ketahanan energi nasional Indonesia berada pada angka 6,57, termasuk dalam kategori tahan.
Di sisi lain, ujarnya, mengutip World Energy Outlook 2024, konsumsi energi global akan meningkat sebesar 1,8 persen karena permintaan besar dari pasar Asia.
"Bagaimana dengan kategori tahan itu kita mampu mengantisipasi peningkatan konsumsi energi dan dinamika di sejumlah sektor," ujar Rerie, sapaan akrab Lestari.
Karena itu, tegas Rerie, tata kelola ketahanan energi Indonesia, di samping dapat memenuhi kebutuhan domestik, juga harus mampu memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.
Seiring dengan perubahan maupun ketidakpastian dunia, menurut Rerie, dibutuhkan perbaikan terkait inovasi kebijakan yang terintegrasi, sehingga dapat membantu mengembangkan sistem ketahanan energi yang efektif, efisien dan transparan.
Sementara, Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengungkapkan bahwa Indonesia perlu terus meningkatkan energy security, sekaligus harus bersiap menghadapi gejolak ketersediaan energi.
Kebijakan energi yang tepat, ujar Sugeng, sangat diperlukan agar negara mampu merealisasikan ketersediaan energi dari sisi keterjangkauan harga dan mudah diperoleh.
Menurut Sugeng, energy security kita untuk bahan bakar minyak (BBM) saat ini sekitar 20 hari. Sedangkan di sejumlah negara energy security-nya sudah mencapai dua hingga tiga bulan. Padahal, ungkap dia, konsumsi migas kita saat ini 1,4 juta barel per hari.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Data Cuaca Harus Jadi Dasar Pertimbangan dalam Perencanaan Pembangunan
Di sisi lain, Sugeng juga menegaskan, Indonesia juga berkomitmen untuk merealisasikan nett zero emission dengan terus berupaya menurunkan emisi gas rumah kaca.
Diakui Sugeng, energi yang bersumber dari fosil sudah menjadi masalah, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak beralih ke pemanfaatan energi baru dan terbarukan.
Saat ini, ungkap Sugeng, Komisi VII DPR RI sedang memfinalisasi undang-undang energi baru terbarukan, merevisi undang-undang ketenagalistrikan dan menyusun rancangan undang-undang Migas.
Secara umum, tegas Sugeng, paradigma kebijakan energi kita adalah melepaskan ketergantungan terhadap energi fosil.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia