Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang Eks Dirjen Minerba ESDM Ungkap Dugaan Keterlibatan Danrem di Kasus Tambang Blok Mandiodo

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi ijin tambang Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara mengungkap dugaan keterlibatan unsur militer

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Sidang Eks Dirjen Minerba ESDM Ungkap Dugaan Keterlibatan Danrem di Kasus Tambang Blok Mandiodo
Tribunnews.com/ Ashri Fadilla
Eks Direktur Jenderal Mineral dan Barubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ridwan Djamaluddin (kemeja biru muda) dalam persidangan Senin (4/3/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi ijin tambang Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara mengungkap dugaan keterlibatan unsur militer di dalamnya.

Fakta tersebut muncul saat Majelis Hakim mencecar saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024).

Saksi tersebut ialah Direktur PT Tristaco Mineral Makmur (TMM), Rudi Tjandra.

Awalnya Majelis Hakim mendapatkan fakta bahwa Rudi menggarap tambang nikel di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara bermodalkan dokumen perizinan milik PT Antam atas nama PT Kabaena Kromit Prathama (KKP).

Hasil penambangan itu kemudian dijual kepada Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining, Glenn Ario Sudarto.

Baca juga: Kejagung Tunggu Laporan PPATK Usut Aliran Duit ke Oknum Penegak Hukum di Kasus Tambang Blok Mandiodo

Majelis lantas mempertanyakan sosok yang menjadi penghubung Rudi dengan Glenn.

BERITA TERKAIT

"Siapa yang mengarahkan saudara supaya berhubungan dengan Glenn? Siapa yang menyuruh saudara? Yang memberi tahu seperti itu siapa?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri.

"Dari Korem, Yang Mulia," kata Rudi.

"Korem itu instansi TNI?" kata Hakim Fahzal.

Baca juga: Ombudsman: Masyarakat Sekitar Belum Terima Manfaat dari Pengolahan Tambang Blok Mandiodo

"Iya, Yang Mulia," jawab Rudi.

"Siapa?" tanya Fahzal lagi.

"Danrem, Yang Mulia," ujar Rudi.

Agar lebih yakin, Hakim Fahzal kemudian memastikan bahwa Danrem yang dimaksud ialah Komandan Korem 143/Halu Oleo.

Rudi pun dengan yakin mengatakan bahwa Danrem yang dimaksudnya.

"Danrem siapa?" tanya Hakim Fahzal kepada Rudi.

"Dia yang bilang berurusan dengan Glenn, gitu?" tanya Fahzal lagi.

"Iya."

Selama 2 bulan, sebanyak 15 ribu metrik ton bijih ore nikel berhasil dikeruk PT TMM. Semuanya ditampung di dua tongkang.

Menurut Rudi, dia menggarap tambang nikel di Blok Mandiodo Sultra dengan dokumen perizinan atas nama PT Kabaena Kromit Prathama.

Pengurusan dokumen itu pun berdasarkan keterangan Rudi, dilakukan oleh pihak Korem.

"Dibuat semua atas nama PT KKP. Siapa yang ngurus semua surat KKP itu?" tanya Hakim Fahzal.

"Ada pihak korem, Yang Mulia," jawab Rudi.

Setiap metrik ton bijih ore nikel yang dikeruk, Rudi mesti membayar USD 17,5 untuk pengurusan dokumennya.

"17,5 Dolar per ton yang harus diselesaikan, kewajiban," kata Rudi.

Namun saat dicecar harga ore nikel yang dijual kepada PT Lawu Agung Mining, Rudi mengaku lupa.

Berdasarkan pantauan di ruang sidang, Hakim Fahzal sampai menaikkan intonasinya saat itu.

"Kemudian dijual dengan surat KKP. Satu tongkang berapa harganya?" tanya Hakim Fahzal kepada Rudi.

"Karena pada waktu itu menjual berdasarkan harga pasar," kata Rudi.

"Berapa harganya? Bingung? Sampai sini ndak tau harganya?" ujar Fahzal dengan intonasi meninggi.

"Lupa, Yang Mulia."

Sebagai informasi, keterangan Rudi Tjandra ini disampaikan dalam perkara yang menjerat 8 terdakwa.

Satu di antaranya ialah eks Direktur Jenderal Mineral dan Barubara (Dirjen Minerba) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin.

Kemudian 7 terdakwa lainnya ialah: Eks Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba pada Dirjen Minerba, Sugeng Mujiyanto; Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral, Yuli Bintoro; Subkoordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral, Henry Julianto; Evaluator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral, Eric Viktor Tambunan; Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining, Glenn Ario Sudarto; Direktur PT Lawu Agung Mining, Ofan Sofwan; dan Pemilik PT Lawu Agung Mining, Windu Aji Sutanto.

Dalam dakwaan Ridwan Djamaluddin, jaksa mengungkap bahwa para terdakwa telah merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

"Berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor PE.03.03/SR/S-2037/PW20/5/2023 tanggal 26 Oktober 2023 telah mengakibatkan kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 2.343.903.278.312,91," ujar jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.

Kerugian negara itu disebut jaksa karena perbuatan Ridwan dan Sugeng yang menerbitkan RKAB PT Kabaena Kromit Prathama dan PT Tristaco Mineral Makmur.

Akibatnya, PT KKP memperoleh kuota produksi hingga jutaan metrik ton ore nikel dari Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara.

"Telah mengakibatkan PT KKP mendapatkan persetujuan RKAB tahun 2022 dengan kuota produksi dan penjualan sebesar 1.500.000 MT dan PT TMM dengan kuota produksi dan penjualan sebesar 1.000.000 MT," kata jaksa.

Atas perbuatan tersebut, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Berita ini telah dilakukan revisi pada hari Jumat (8 Maret 2024) pukul 21.23 WIB
Revisi dilakukan karena ada kesalahan penulisan nama dari salahsatu nama yang disebut saksi di persidangan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas