KPK Ungkap Ada Penggelembungan Harga Pengadaan Furnitur Rumah Jabatan Anggota DPR
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan adanya dugaan penggelembungan harga untuk pengadaan furnitur rumah dinas anggota DPR tersebut.
“Ini kan proses pengadaan barang dan jasa. Umumnya pengadaan barang dan jasa ketika terjadi kemahalan harga,” ujar Alex di Gedung Merah Putirh KPK, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Pimpinan KPK yang pernah menjabat hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Jakarta ini menyampaikan bahwa kasus dugaan korupsi umumnya melibatkan lebih dari dua pihak.
Untuk itu, KPK bakal mendalami adanya persekongkolan antara Sekretariat Jenderal DPR dengan pihak lain.
Baca juga: Hindari Wartawan, Sekjen DPR RI Indra Iskandar Ogah Tanggapi soal Pencegahan Dirinya ke Luar Negeri
"Ini kasusnya kalau enggak salah mark up harga, ada persekongkolan. Katanya mahal padahal di pasar enggak seperti itu," jelas Alex.
Tidak tertutup kemungkinan, KPK bakal mendalami keterkaitan kasus ini dengan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR.
Hal ini mengingat BURT bertugas menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR, mengawasi Setjen DPR dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR dan berkoordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan.
Baca juga: KPK Masih Rahasiakan Tujuan Pemeriksaan Sekjen DPR Indra Iskandar Pekan Lalu
Disinggung mengenai adanya keterlibatan BURT dalam kasus rumah dinas anggota DPR ini, Alex mengaku belum mengetahui secara detail mengenai hal itu.
"Kalau detailnya saya belum dapat infonya seperti itu apakah ada kerja sama dengan BURT dan sebagainya," kata dia.
Alex juga masih enggan membeberkan para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dia juga enggan menyebut tujuh orang yang dicegah ke luar negeri merupakan pihak yang telah menjadi tersangka.
"Kan kita sudah cegah, berarti sudah ada upaya paksa. Ketika ada upaya paksa kan berarti sudah ada tersangka," katanya.
Berdasarkan informasi, tujuh orang yang dicegah KPK bepergian ke luar negeri dalam kasus ini adalah Sekjen DPR Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR Hiphi Hidupati; dan Dirut PT Daya Indah Dinamika, Tanti Nugroho.
Selain itu, terdapat nama Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada, Juanda Hasurungan Sidabutar; Direktur Operasional PT Avantgarde Production, Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet, Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.