Dari Mana Kerugian Negara Kasus Korupsi PT Timah Bisa Sampai Rp271 Triliun? Ini Penjelasan Kejagung
Ketut mencontohkan perkara korupsi yang juga ditanganinya yakni korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan turunannya pada
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menjelaskan soal asal-usul jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah PT Timah bisa sampai Rp271 triliun .
Dikatakan Ketut, bahwa dalam penanganan perkara korupsi tidak saja kerugian negara secara rill yang dihitung. Tetapi juga melihat kerugian perekonomian negara.
"Sehingga suka tidak suka kita harus mengembangkan dan menerapkan ini dalam tindak pidana korupsi yang akan kita sidangkan di pengadilan," kata Ketut kepada Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kejaksaan Agung Jakarta pada Rabu (3/4/2024).
Baca juga: Sepak Terjang 2 Bersaudara Bos Timah yang Seret Suami Sandra Dewi dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun
Ketut mencontohkan perkara korupsi yang juga ditanganinya yakni korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam Januari-April 2022.
Dalam kasus tersebut, kerugian negara tidak diambil secara riil . Tetapi, karena adanya permainan kuota, negara mengalami kerugian hingga Rp6,47 triliun mengingat pemerintah harus terus memberikan subsidi.
"Ini kami hitung menjadi kerugian negara. Jadi jangan berpikir itu korupsi mengambil uang negara, APBD keluar, pengadaan barang jasa di-mark up atau di-mark down atau tidak riil, atau istilahnya banyak yang tidak dibeli misalnya. Itu terlalu mudah," jelasnya.
Ketut menjelaskan, dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022, juga dilakukan penghitungan potensi kerugian negara akibat kerusakan ekologi hingga biaya rehabilitasi lingkungan dari pertambangan PT Timah di Bangka Belitung.
Para ahli yang dimintai keterangan semua itu menyebabkan kerugian negara hingga Rp271 triliun.
"Sehingga item-item inilah yang menyebabkan kenapa ini menjadi besar seperti itu. Jadi, bukan uang negara masuk (lalu) diambil (para pelaku)," jelas Ketut.
"Banyak ahli yang kita libatkan dalam rangka menghitung ini. Jadi, enggak ujug-ujug jaksa bisa menghitung sendiri. Enggak. Penyidik enggak bisa (menghitung sendiri), tapi mereka melibatkan semua ahli, dan ahli berkesimpulan bahwa kerugian negara ini Rp271 triliun," tegasnya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Bareskrim Polri Gerebek Rumah Mewah Tempat Pabrik Ekstasi Fredy Pratama di Sunter
Sebagai informasi, total sebanyak 16 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi di PT Timah.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Tiga orang tersangka diantaranya merupakan penyelenggara negara yakni mantan Direktur Utama PT Timah M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018 Emil Emindra (EML), dan Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah Alwin Albar (ALW).
Selanjutnya, 13 orang pihak swasta yang telah ditetapkan tersangka yakni Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron alias Aon (TN), Manajer Operasional CV VIP Achmad Albani (AA), Komisaris CV VIP BY, Direktur Utama CV VIP HT alias ASN, General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL), dan Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI.
Tersangka lainnya pengusaha tambang di Pangkalpinang SG alias AW, pengusaha tambang di Pangkalpinang MBG, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP), Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah (RA), Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim, dan perwakilan PT RBT Harvey Moeis.
Baca juga: Bambang Widjojanto Pilih Tinggalkan Ruang Sidang MK saat Lihat Eks Tersangka Korupsi Eddy Hiariej
Kejaksaan Agung juga telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka obstruction of justice (OOJ) dalam kasus tersebut.
Atas perbuatannya para tersangka di perkara pokok disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk menguatkan pembuktian kasus mega korupsi tersebut di pengadilan nantinya, pihak Kejaksaan Agung juga telah memeriksa 174 saksi.
Seorang di antaranya adalah istri tersangka Harvey Moies, yakni selebritis Sandra Dewi.