Achsanul Qosasi Numpang Kencing di Hotel Bayar Rp 3 Juta Demi Rp 40 Miliar Korupsi Tower BTS 4G
Sedangkan Achsanul Qosasi memilih tak menginap di hotel tersebut. Dia hanya numpang buang air kecil di kamar 904 yang sudah disewa.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim ketua persidangan kasus korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo, Fahzal Hendri sampai tertawa saat mendengar keterangan terdakwa Sadikin Rusli dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Ddalam persidangan ini, Sadikin yang merupakan kawan mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi membeberkan soal penyewaan hotel untuk transit uang Rp 40 miliar.
Uang tersebut merupakan hasil korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo yang dimaksudkan untuk mengkondisikan audit BPK.
Katanya, Achsanul Qosasi dan Sadikin rela menyewa dua kamar Hotel Grand Hyatt Jakarta yang masing-masing seharga Rp 3 juta per malam.
"Uang sudah ada di koper, sudah dikasih tahu, lalu kapan bapak serahkan sama Pak Achsanul?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri.
"Ya begitu beliau datang, terus sama-sama naik ke atas, ke lantai 9," jawab Sadikin.
Baca juga: Korupsi Tower BTS Mengalir ke Qosasi: Suap Rp40 M Diberi Kode Paket Garuda, Berdalih Sponsor MU
"Bawa ke (kamar nomor) 902?" tanya Hakim lagi.
"904 dulu, Yang Mulia," kata Sadikin.
"Berapa itu tarifnya itu?"
"Kira-kira 3 jutaan."
Mirisnya, dari dua kamar yang disewa, hanya kamar nomor 902 yang diinapi pada 19 Juni 2022 itu.
Kamar tersebut ditempati Sadikin Rusli dan asistennya yang bernama Arfiana.
Sedangkan Achsanul Qosasi memilih tak menginap di hotel tersebut. Dia hanya numpang buang air kecil di kamar 904 yang sudah disewa.
Baca juga: Sosok 2 Perempuan Cantik dalam Pusaran Kasus Korupsi Menteri SYL
Mendengar cerita itu, Hakim Ketua pun tertawa.
"Numpang kencing doang?" tanya Hakim Fahzal.
"Iya," kata Sadikin.
"Untuk numpang kencing aja haha," kata Hakim sembari tertawa.
Sadikin kemudian meralat keterangannya. Menurutnya, kamar 904 tadinya disewakan untuk keluarga Arfiana.
Namun kenyataannya pada hari itu keluarga Arfiana juga tak ada yang menempati kamar tersebut.
"Bukan tujuannya untuk numpang kencing, Yang Mulia. Karena memang tujuan awalnya untuk keluarga," katanya.
'Di situ ada enggak keluarga Arfiana itu?" tanya Hakim.
"Enggak ada," jawab Sadikin.
"Ya enggak apa-apa. Sekarang apapun dibayar kan bapak, kencing dibayar 3 juta di Grand Hyatt," celetuk Hakim.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Achsanul Qosasi telah didakwa jaksa penuntut umum karena menerima Rp 40 miliar di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat.
"Terdakwa Achsanul Qosasi selaku Anggota III BPK Republik Indonesia periode 2019 sampai dengan 2024 dengan maksud menguntungkan diri sendiri sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp 40.000.000.000 secara melawan hukum, atau dengan menyalah gunakan kekuasaannya," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan Kamis (7/3/2024).
Menurut jaksa, uang Rp 40 miliar itu dimaksudkan untuk pengkondisian audit proyek pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo oleh BPK.
Hasilnya, BPK menerbitkan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo yang di dalamnya tidak ditemukan kerugian negara.
Baca juga: Detik-detik Pria di Konawe Pepet Jokowi, Teriak soal Gaji yang Ditahan, Ternyata Mantan PNS
Laporan BPK tersebut kemudian digunakan untuk merekomendasikan penghentian penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, mengingat tak ditemukan kerugian negara.
"Bahwa Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo bertujuan supaya Penyelidikan di Kejaksaan Agung dihentikan berdasarkan temuan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu tahun 2022 yang tidak menemukan adanya kerugian negara."
Akibat perbuatannya, dalam dakwaan pertama dia dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan kedua:
Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dakwaan ketiga:
Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan keempat:
Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Sadikin Rusli dijerat Pasal 12 huruf e subsidair Pasal 5 Ayat (2) subsidair Pasal 11 subsidair Pasal 12 B juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 butir ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.