Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Indonesia Diminta Mewaspadai Usulan Vietnam Terkait Noanchoring Area Sejauh 2 Mil Laut

Pemerintah Indonesia diminta mewaspadai usulan Vietnam untuk menetapkan noanchoring area sejauh 2 mil laut.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
zoom-in Pemerintah Indonesia Diminta Mewaspadai Usulan Vietnam Terkait Noanchoring Area Sejauh 2 Mil Laut
Istimewa
Pengamat Maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), DR Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan kapal feri adalah bagian penting dari sistem transportasi Indonesia. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pengamat maritim, Marcellus Hakeng Jayawibawa meminta pemerintah Indonesia mewaspadai usulan Vietnam untuk menetapkan noanchoring area sejauh 2 mil laut.

"Usulan ini secara nyata melanggar peraturan internasional yang mencerminkan niat negara itu untuk memperluas cakupan penangkapan ikan,  yang secara langsung merugikan kepentingan Indonesia," kata Hakeng dalam keterangannya, Sabtu (25/5/2024).

No-anchoring area adalah area di mana tidak seorang pun diperbolehkan membuang jakar untuk kapal, pesawat terbang atau fasilitas lainnya dan disiapkan untuk melindungi pulau buatan, struktur atau instalasi.

Baca juga: Pemerintah Diharapkan Hentikan Aktivitas Agresif Kapal Asing di ZEE RI dan Laut Cina Selatan 

Dikatakannya, noanchoring area diusulkan oleh Vietnam adalah dua mil laut yang sesuai peraturan nasionalnya, namun berdasarkan safety zone dalam UNCLOS 1982 dan  regulasi International Maritime Organization adalah 500 meter sehingga usulan Vietnam telah melampaui cakupan hukum internasional.

Selain tuntutan no-anchoring area yang berlebihan Vietnam,  Pemerintah Indonesia juga diminta waspadai langkah Vietnam seperti aktivitas reklamasi di Laut Natuna Utara, kehadiran militer yang meningkat, peningkatan aktivitas maritim bersifat  provokatif.

"Ini  tidak hanya memicu kekhawatiran serius terkait potensi peningkatan  kegiatan illegal, unreported, and unregulated (IUU) serta peningkatan  kriminalitas di ZEE Indonesia," katanya.

Berita Rekomendasi

Isu lain yang perlu diwaspadai adalah definisi FAD, yakni Vietnam berpendapat  bahwa FAD perlunya didefinisikan sebagai struktur atau instalasi namun

sebenarnya FAD adalah alat yang sangat mudah dilepas-pasang, tidak  bersifat permanen, masa penggunaan FAD hanya beberapa bulan, jadi

bukan struktur atau instalasi.

"Jika FAD didefinisikan sebagai struktur atau  instalasi, maka Vietnam akan menempati area operasi laut dan noanchoring area yang lebih luas di area tumpang tindih yurisdiksi,  sehingga Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar dan juga  berkurangnya mata pencaharian nelayan RI," katanya.

Baca juga: KKP Tangkap Kapal Pencuri Ikan Berbendera Malaysia di ZEE Selat Malaka

Saat ini aktivitas penangkapan ikan ilegal Vietnam semakin merajalela.  Pada 4 Mei 2024, dua kapal Vietnam ditangkap oleh Kementerian

Kelautan dan Perikanan (KKP) di Laut Natuna Utara, dan 15 ton ikan ilegal  disita.

Vietnam mencoba membingungkan definisi FAD, untuk terus  memperluas wilayah penangkapan ikan ilegal dan menjarah sumber  daya laut.

“Tindakan Vietnam tidak hanya mengancam kedaulatan maritim Indonesia, tapi juga menciptakan kerugian signifikan  terhadap ekonomi Indonesia dan mengakibatkan hilangnya akses  penangkapan ikan bagi nelayan Indonesia yang seharusnya menjadi hak mereka,” katanya.

Pakar Hukum Laut Internasional dari Universitas Indonesia, Arie Afriansya, mengatakan, delegasi RI harus menjaga kepentingan nasional, menolak mencapai  kesepakatan safety zone dengan Vietnam yang akan merugikan  Indonesia.

“RI perlu memastikan target maksimal dalam setiap putaran  perundingan, dan tidak berkompromi dengan klaim Vietnam yang tidak

masuk akal juga, " ujar Arif Afriansyah.

Saat ini, Indonesia dan Vietnam memiliki perbedaan pandangan pada beberapa pasal PP, banyak usulan yang diajukan oleh Vietnam tidak masuk akal dan akan merugikan kepentingan nasional Indonesia.

Namun dalam rangka mempromosikan PP berlaku selama masa jabatan Jokowi,  pemerintah RI berpotensi membuat kompromi pada Vietnam.

Diketahui Vietnam dan Indonesia telah menyelenggarakan Pertemuan  Teknis ke-3 mengenai Pengaturan Pelaksana Wilayah Tumpang Tindih  Yurisdiksi ZEE dan LK pada akhir April 2024 dan proses perundingan PP secara aktif dipromosikan oleh Vietnam dan Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas