Ibu Pekerja Cuti Melahirkan Digaji Penuh Hingga Empat Bulan
Selama masa cuti tersebut mereka berhak atas upah yang dibayar penuh untuk 3 bulan pertama dan bulan keempat
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan(Kemnaker) memastikan ibu yang bekerja dan mendapatkan cuti melahirkan selama enam bulan tetap digaji penuh.
Hal tersebut juga sudah diatur dalam Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak(KIA) yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) Selasa lalu.
Baca juga: Ini Suara Para Suami yang Istrinya Bisa Cuti Enam Bulan Usai Melahirkan
“Ketentuan mengenai cuti melahirkan bagi ibu yang bekerja yang diatur dalam UU KIA merupakan bentuk penguatan dari ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, yang mana ketentuan mengenai hal tersebut tidak dilakukan perubahan dalam UU Cipta Kerja," kata Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, Jumat(7/6/2024).
Secara spesifik, beberapa pengaturan dalam UU KIA yang berhubungan dengan ketenagakerjaan adalah cuti melahirkan bagi ibu yang bekerja. Dalam UU KIA, setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Selama masa cuti tersebut mereka berhak atas upah yang dibayar penuh untuk 3 bulan pertama dan bulan keempat. kemudian 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.
Baca juga: Kemnaker Yakini UU KIA Dapat Tingkatkan Pelindungan dan Kesejahteraan Pekerja
Selain itu, mereka yang mengambil cuti tersebut tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan aturan-aturan ketenagakerjaan.
Selain ibu yang melahirkan, UU KIA juga mengatur hak suami untuk cuti pendampingan istri pada masa persalinan, yaitu selama dua hari dan dapat diberikan paling lama 3 hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan.
Bentuk perlindungan lainnya bagi ibu yang bekerja yang melahirkan adalah hak waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran; serta kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja.
Baca juga: Menurut UU KIA Tak Semua Ibu Melahirkan Dapat Cuti 6 Bulan, Kecuali Penuhi Syarat Ini
Indah menambahkan, selain penguatan perlindungan pekerja/buruh, UU KIA juga mempertegas aspek kesejahteraan pekerja/buruh melalui penyediaan fasilitas kesejahteraan pekerja.
“Adapun jenis fasilitas kesejahteraan pekerja tersebut bisa macam-macam, yang penting fasilitas kesejahteraan pekerja tersebut memang dibutuhkan oleh pekerja di perusahaan dan perusahaan mampu untuk menyediakannya,” ujarnya.
Indah menyambut baik persetujuan DPR RI atas Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang. UU KIA tersebut diyakini akan semakin meningkatkan pelindungan dan kesejahteraan bagi pekerja/buruh.
“Pengesahan RUU KIA menjadi udang-undang merupakan wujud konkret dari komitmen DPR dan Pemerintah untuk menyejahterakan ibu dan anak menuju Indonesia Emas,” katanya.
Indah mengatakan, Kemnaker merupakan salah satu bagian dari kementerian yang terlibat dalam pembahasan RUU KIA selain KPPPA, Kemensos, Kemendagri, dan Kemenkumham.
Melalui keterlibatannya, Kemnaker memastikan bahwa pengaturan-pengaturan dalam RUU KIA tidak bertentangan dengan aturan-aturan ketenagakerjaan lainnya, baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), maupun Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
Baca juga: Suami Dapat Cuti Melahirkan, Perannya Dukung Keberhasilan ASI Eksklusif Selama 6 Bulan
“Kami telah memastikan bahwa apa yang diatur dalam UU KIA tersebut terutama yang kaitannya dengan ibu yang bekerja yang melahirkan, menyusui, dan keguguran serta pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan atau keguguran, tidak bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.