Profil Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina Divonis Penjara Lagi Kasus Korupsi, Pernah Bebas 2020
Eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan kembali divonis penjara, kali ini 9 tahun, kasus dugaan pengadaan gas alami cair
Penulis: garudea prabawati
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Berikut profil Karen Agustiawan, eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) yang jadi tersangka kasus korupsi untuk yang kedua kalinya.
Diketahui majelis hakim telah memvonis Karen Agustiawan dengan sembilan tahun bui serta denda Rp500 juta.
Kali ini dalam kasus yang menjerat Karen adalah dugaan korupsi pengadaan gas alami cair atau Liquefied Natural Gas (LNG).
Karen telah dinyatakan bersalah atas kasus korupsi pembelian gas alam cair atau LNG yang merugikan keuangan negara 113 juta dolar Amerika Serikat (AS).
Lantas, siapakah sosoknya?
Wanita kelahiran 19 Oktober 1958 ini menduduki jabatan Dirut Pertamina periode 2009-2014.
Pada 2022, nama Karen Agustiawan masuk dalam daftar Asia's 50 Power Businesswomen dari Forbes.
Setelah mengundurkan diri dari PT Pertamina, Karen menjadi guru besar di Harvard University, Boston, Amerika Serikat.
Dikutip dari Rumah IATF ITB, alumnus Teknik Fisika ITB ini mencatatkan diri sebagai direktur utama wanita pertama dalam sejarah Pertamina serta membukukan sukses yang gemilang selama masa kepemimpinannya di Pertamina.
Di Pertamina, kariernya dimulai saat ditunjuk sebagai Staf Ahli Direktur Utama untuk Bisnis Hulu Pertamina tahun 2006.
Kariernya terus menanjak hingga akhirnya diplot sebagai Direktur Hulu Pertamina.
Baca juga: KPK Terima Keputusan Hakim Vonis Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan 9 Tahun Penjara
Seperti diketahui, di era Menteri BUMN Sofyan Djalil tahun 2009, Karen diangkat menjadi Direktur Utama Pertamina menggantikan Ari Soemarno yang tak lain kakak kandung Rini Soemarno.
Karen menjabat sebagai Dirut Pertamina selama kurun waktu enam tahun.
Di eranya, Pertamina memang banyak melakukan akuisisi blok-blok migas di luar negeri seperti Irak dan Aljazair.
Sebelumnya, setelah lulus dari Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung tahun 1983, Karen cukup lama berkarier di Mobil Oil Indonesia (1984-1996).
Ia pindah ke CGG Petrosystem selama setahun sebelum pindah lagi ke perusahaan konsultan Landmark Concurrent Solusi Indonesia.
Tahun 2002-2006 ia bergabung dengan Halliburton Indonesia.
Awal Mula Kasus
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) itu terjadi pada tahun 2011-2021.
Kasus bermula sekira tahun 2012, di mana PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pengadaan LNG dimaksud diperuntukkan bagi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
"Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009-2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.
Di sisi lain Karen menyebut bahwa pengadaan LNG bukanlah inisiatif dirinya, melainkan korporasi dalam hal ini Pertamina.
Karen mengatakan, pengadaan LNG tersebut menindaklanjuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
"Pengadaan LNG ini bukan aksi pribadi, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres yang tadi saya sebut," ucap Karen sebelum ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam.
Bebas dari Penjara
Seperti diketahui, Karen pada Maret 2020 lalu baru saja dinyatakan bebas setelah cukup lama ditahan di Rutan Kejagung.
Saat itu Karen dituduh telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 668 miliar dalam kasus pembelian blok migas Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.
Dalam persidangan 10 Juni 2009, Karen divonis 8 tahun penjara.
Hingga akhirnya Mahkamah Agung (MA) membebaskannya dari segala tuntutan (onslag van recht vervolging), dilansir oleh Kompas.com.
Kasus yang menyeret Karen bermula dari strategi bisnis Pertamina yang dinilai mengabaikan prosedur dan kajian investasi di Pertamina dalam pembelian participating interest BMG.
Karena juga dinilai tidak melakukan analisis risiko yang akhirnya membuat Pertamina merugi dalam investasi di blok migas tersebut.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Ilham Rian Pratama) (Kompas.com/Syakirun Ni'am)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.