Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jelang Vonis Korupsi Pesawat, Eks Dirut Garuda Indonesia dan Jaksa Saling Sanggah

Jaksa bersikukuh bahwa perkara ini tidaklah nebis in idem, yakni obyek maupun rentetan peristiwanya sama dengan perkara di KPK, sebagaimana disampaika

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Jelang Vonis Korupsi Pesawat, Eks Dirut Garuda Indonesia dan Jaksa Saling Sanggah
Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, saat menghadiri sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/7/2024).  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600, diwarnai saling bantah antara terdakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung.

Kedua pihak saling membantah atas replik dan duplik yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Dalam repliknya, jaksa penuntut umum (JPU) membantah pleidoi atau nota pembelaan pihak terdakwa.

Jaksa bersikukuh bahwa perkara ini tidaklah nebis in idem, yakni obyek maupun rentetan peristiwanya sama dengan perkara di KPK, sebagaimana disampaikan Emirsyah Satar dalam pembelaannya.

Menurut jaksa, perkara di KPK mengusut suap, sedangkan yang ditangani Kejaksaan Agung terkait penyelewengan mulai dari perencanaan hingga pengoperasian Pesawat Bombardier CRJ-1 000 dan Sub-100 seater Turboprop ATR72-600.

"Obyek perkara dalam perkara a quo yang menjadi obyek adalah perkara tindak pidana korupsi adalah adanya penyelewengan mulai dari perencanaan, pengadaan, sampai dengan pengoperasian pesawat udara Sub-100 seater Turboprop pada PT Garuda Indonesia," kata jaksa penuntut umum dalam repliknya.

Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Cegah Staf Hasto Kristiyanto Bepergian ke Luar Negeri di Kasus DPO Harun Masiku

Berita Rekomendasi

Selain itu, jaksa juga mengutip pernyataan Juru Bicara KPK bahwa perkara yang ditangani berbeda dengan Kejaksaan Agung.

"Berdasarkan keterangan resmi KPK melalui Juru Bicara Tessa Mahardhika Sugiarto pada pemberitaan media Kompas tanggal 21 Juli 2024 yang menyatakan obyek penyidikan yang ditangani KPK dan Kejaksaan Agung berbeda. Dengan kata lain perkara a quo adalah ada bukan nebis in idem," ujar jaksa.

Kemudian, jaksa juga dalam repliknya bersikeras tetap pada tuntutan uang pengganti yang dibebankan kepada Emirsyah sebagai eks Dirut Garuda Indonesia.

Menurut jaksa, tuntuan uang pengganti sudah sesuai dengan penghitungan kerugian negara dari pengadaan dan operasional pesawat.

"Kerugian negara akibat pengoperasian pesawat sejumlah total USD 9.267.503, kerugian negara pada pengadaan pesawat CRJ-1000 dengan total USD 77.999.516. Total uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa sebesar USD 86.367.019," kata jaksa.

Baca juga: Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara dan Bayar Rp1,4 T di Kasus Korupsi Pesawat Garuda Indonesia

Atas replik jaksa penuntut umum itu, Emirsyah melalui tim penasihat hukumnya menyanggah melalui duplik yang dibacakan langsung pada persidangan hari yang sama.

Penasihat hukum Emirsyah Satar di dalam persidangan, tetap bertahan pada pleidoi atau pembelaannya yang menilai bahwa perkara ini nebis in idem.

Menurut pihak Emirsyah, memang terdapat penerapan pasal oleh KPK dan Kejaksaan Agung, di mana KPK menerapkan pasal suap, sedangkan Kejaksaan Agung pasal korupsi soal kerugian negara.

Namun pihak Emirsyah menilai bahwa rentetan peristiwa yang didakwakan tidak berbeda.

"Bahwa obyek pemeriksaan perkara a quo sama persis dengan perkara terdakwa yang pertama. Memang pasalnya berbeda. Tapi peristiwanya, peristiwa yang sama, yaitu peristiwa tentang pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 ATR72-600 dan kerugian operasional pesawat berdasarkan temuan Badan Pemeriksa k
Keuangan Republik Indonesia tahun 2016," ujar penasihat hukum Emirsyah, Monang Sagala di dalam persidangan.

Sedangkan terkait kerugian, pihak terdakwa menilai bahwa kerugian dalam operasional pesawat merupakan resiko bisnis.

"Dan operasional pesawat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, terutama nilai tukar rupiah terhadap US Dollar," ujar Monang.

Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menggunakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019). KPK resmi menahan Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo terkait kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesian(Persero) Tbk. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menggunakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019). KPK resmi menahan Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo terkait kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesian(Persero) Tbk. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Selain itu, menurut Monang, kliennya telah menutupi kerugian tersebut dengan keuntungan operasional pesawat lain.

"Selama terdakwa menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, kerugian Pesawat Bombardier dan ATR72-600 ditutup dengan keuntungan operasional Pesawat Airbus dan Boeing. Subsidi silang sesuai fungsi BUMN," katanya.

Seluruh argumen dari kedua pihak ini disampaikan dalam persidangan jelang pembacaan vonis atau putusan Majelis Hakim.

Putusan akan dibacakan pada persidangan berikutnya, Rabu (31/7/2024).

"Hari Rabu tanggal 31 untuk pembacaan putusan. Insya Allah tidak ada halangan kami untuk membacakan itu ya," ujar Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh sebelum mengetuk palu persidangan.

Baca juga: Usai Ikut Bunuh Ayahnya, Perempuan Muda Ini Fitnah Korban Selingkuh hingga Tewas Bertengkar

Dalam perkara ini, Emirsyah telah dituntut bersama eks Direktur Utama (Dirut) PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo.

Emirsyah dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti USD 86.367.019.

Sedangkan Soetikno dituntut 6 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti USD 1.666.667,46 dan 4.344.363,19 Euro Uni Eropa.

Dalam perkara korupsi pengadaan Pesawat Garuda ini, mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer JPU.

Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600, diwarnai saling bantah antara terdakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung.

Kedua pihak saling membantah atas replik dan duplik yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas