Terancam Kehilangan Hutan Mangrove, Ini Tantangan yang Dihadapi Indonesia
Sekitar 40 persen luas mangrove di Indonesia sudah beralih fungsi. Ada yang menjadi tambak, pemukiman, industri dan aktivitas lainnya.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Indonesia terancam kehilangan hutan mangrove.
Sekitar 40 persen luas mangrove di Indonesia sudah beralih fungsi. Ada yang menjadi tambak, pemukiman, industri dan aktivitas lainnya.
Padahal, ekosistem mangrove mendukung kehidupan ini.
Hutan mangrove krusial bagi keanekaragaman hayati dan mata pencaharian masyarakat pesisir.
Indonesia dikenal dengan ekosistem mangrove terluas di dunia namun di sisi lain ada tantangan serius yakni mempertahankan keberlangsungan mangrove.
Lebih dari 90.000 km garis pantai yang ditumbuhi mangrove sedang berhadapan dengan lajunya kerusakan mangrove tercepat di dunia.
Tergerak dengan kondisi itu, perjuangan dalam konservasi mangrove dijalankan oleh Desa Ujungalang, Cilacap.
Upaya melestarikan mangrove bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi sebuah tantangan kompleks berupa edukasi, monitoring, dan keberlanjutan yang didukung oleh perusahaan seperti Fairatmos.
Sekretaris Desa Kustoro mengatakan, menyadarkan masyarakat tentang mangrove sebagai penopang ekosistem bukan tugas yang mudah.
Proses membangun kesadaran butuh waktu yang panjang.
"Isu pembayaran jasa lingkungan menjadi salah satu pendekatan untuk menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat. Pemahaman terhadap manfaat ekologis mangrove seperti perlindungan pantai dan peningkatan hasil perikanan masih rendah di kalangan masyarakat," ujarnya dalam kesempatan wawancara.
Di lain sisi, ada potensi besar yang dimiliki kampung laut sebagai destinasi wisata berkelanjutan atau eco-tourism.
Eco-tourism tidak hanya mempromosikan keindahan alam tetapi juga menjadi kesempatan untuk mengedukasi pengunjung tentang pentingnya konservasi mangrove dalam menanggulangi emisi karbon.
Sayangnya, upaya ini menghadapi tantangan serius karena kurangnya pendanaan yang memadai dan fokus CSR yang saat ini terbatas hanya pada penanaman mangrove tanpa sistem monitoring yang efektif
Ditambabhkan, Badan Permusyawaratan Desa Ripan bahwa tanpa kepemimpinan yang kuat dari pemimpin dan lembaga setempat, upaya konservasi tidak akan pernah berhasil.
Ini menunjukkan pentingnya dukungan dan pengawasan terus-menerus dari tingkat desa untuk memastikan keberlanjutan program.
Di samping itu, keberlanjutan program konservasi juga menjadi fokus utama.
Di SDN Ujungalang, para pengajar berharap adanya program CSR yang berkelanjutan dapat memberikan dampak positif terutama dalam meningkatkan kesadaran dan perilaku bersih anak-anak.
"Kami ingin memberikan pemahaman yang berkesinambungan kepada anak-anak, bukan sekadar upaya sekali jalan," ungkap seorang guru di sekolah tersebut Oktavelani.
Upaya konservasi mangrove di Indonesia menghadapi kompleksitas yang memerlukan integrasi yang kuat antara edukasi, monitoring, dan keberlanjutan program.
Meskipun tantangannya besar, hasil yang dapat dicapai juga signifikan: menjaga kelestarian ekosistem mangrove bukan hanya untuk kebaikan alam, tetapi juga untuk mendukung kehidupan dan mata pencaharian masyarakat pesisir.
“Mereka memiliki banyak harapan untuk tempat ini, dan saya berharap semua harapan mereka menjadi kenyataan," ujar penggiat lingkungan hidup asal Tangerang Talitha Untono, yang ikut membantu program konservasi.
Dengan dukungan semua pihak terutama dari tingkat lokal, harapan mangrove Indonesia yang lestari tetap terbuka.