Kisah Orang Rimba Tuntaskan Kuliah dengan IPK Tinggi
Orang Rimba itu bernama MT Pauzan. Ia lahir di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Masa kecilnya dilalui bersama Suku Anak Dalam.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama ini sebagian orang menilai kehidupan Orang Rimba atau biasa disebut masyarakat Suku Anak Dalam di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi, cenderung terisolir karena tinggal jauh di pedalaman.
Mereka juga dipersepsikan kurang mendapat sentuhan modernitas termasuk rendahnya akses pendidikan. Namun faktanya tidak semua warga Suku Anak Dalam seperti itu.
Adalah MT Pauzan, Orang Rimba warga Suku Anak Dalam ini berhasil menamatkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Kota Bogor.
MT Pauzan lahir di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Dia melewati masa kecil bersama kawanan anak-anak Suku Anak Dalam lainnya yang mengenakan cawat.
Kini dia meraih gelar sarjana setelah menyelesaikan kuliah di Politeknik Pembangunan dan Pertanian (Polbangtan), Bogor. dan lulus dengan nilai memuaskan. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)-nya mencapai 3,26.
Setelah keluar hutan dan menetap di perumahan di Dusun Pal Makmur, Air Panas, Desa Bukit Suban, Sarolangun, Jambi, Pauzan menapaki hidup baru. Atas arahan Tumenggung Tarib, kakeknya, Pauzan memutuskan bersekolah.
Perjalanan Pauzan menuntaskan pendidikannya tidaklah mudah. Ia sempat merasa bersekolah adalah aktivitas sia-sia. Itu sebabnya, saat di bangku SMP Pauzan sempat kabur dan memutuskan untuk berhenti bersekolah.
“Waktu itu saya merasa tidak sanggup untuk mengikuti teman-teman yang lain, dan melihat teman-teman sepantaran saya asyik bermain setiap hari. Akhirnya terpengaruh dan berpikiran buat apa saya sekolah, nanti juga tidak jadi apa apa,” kata Pauzan menceritakan alasannya kabur dari sekolah.
Untung saja, sang kakek menasihati. Bahkan memarahi Pauzan yang seakan belum paham manfaat pendidikan.
Tumenggung Tarib saat itu sampai menghiba pada guru sekolah supaya menerima kembali cucunya belajar di kelas.
Ia bahkan menemui pimpinan PT Sari Aditya Loka, perusahaan perkebunan kelapa sawit Grup Astra Agro yang beroperasi di Sarolangun, Jambi.
“Saya minta bantuan perusahaan supaya mau menyampaikan ke guru-guru untuk menerima cucu saya lagi bersekolah,” katanya dalam bahasa Indonesia yang sesekali masih bercampur bahasa dan dialek Orang Rimba.
Jerih payah Tumenggung Tarib membuahkan hasil. Cucunya bisa melanjutkan sekolah. Lulus SMP Pauzan masuk ke sebuah sekolah kejuruan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Yogyakarta, ia mendaftar ke Polbangtang, Bogor. Pauzan dinyatakan lulus serta diwisuda pada Kamis, 8 Agustus lalu.
“Perusahaan sawit ini baik sekali,” kata Tarib selesai mendampingi wisuda Pauzan. Semuanya dibantu perusahaan.
Pendidikan yang diikuti Pauzan didukung program kepedulian PT Sari Aditya Loka. Selain pendidikan, program corporate social responsibility perusahaan ini juga menyasar bidang lingkungan, kesehatan dan ekonomi.
“Saya ndak tahu akan jadi apa kalau dia tetap gak mau sekolah,” kata Tumenggung Tarib menceritakan cucunya itu.
Tarib mengatakan, dengan bersekolah, anak-anak diajarkan untuk dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan seperti mengambil barang yang bukan miliknya atau mencuri.
Dia juga menceritakan masyarakat Suku Anak Dalam sekarang banyak berubah. “Zaman dulu kami tidak sekolah, tapi kami tahu aturan. Tapi sekarang, karena besarnya pengaruh lingkungan, mereka seakan lupa dengan aturan adat,” kata Tarib.
Sebagai Tumenggung, ia selalu mengingatkan warganya agar berperilaku sesuai aturan dengan memberi mereka teladan. Salah satunya dengan mendorong Pauzan cucunya bersekolah hingga perguruan tinggi.(Fin)