Viral Postingan 'Peringatan Darurat' Imbas DPR Anulir Putusan MK soal Pilkada
Gerakan spontan masyarakat ini muncul sebagai "Peringatan Darurat" atas tindakan DPR dan pemerintah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Viral munculnya gambar lambang Burung Garuda berlatar belakang warna biru yang bertuliskan "Peringatan Darurat" di media sosial.
Adapun, gambar tersebut ramai tersebar baik di medis sosial Twitter sekarang "X" hingga Instagram.
Gerakan spontan masyarakat ini muncul sebagai "Peringatan Darurat" atas tindakan DPR dan pemerintah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.
Gambar Burung Garuda berlatar biru tersebut diduga pertama kali diunggah oleh akun kolaborasi @najwashihab, @matanajwa, dan @narasitv di Instagram.
Hingga Rabu (21/8/2024) pukul 16.40 WIB, unggahan tersebut telah dibagikan oleh lebih dari 53.000 pengguna Instagram.
Mengutip Kompas.com, gerakan "Peringatan Darurat" ini juga diikuti oleh berbagai tokoh pemerhati politik Indonesia.
Satu di antaranya juga diunggah vokalis Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud, di akun Instagram-nya, @cholil.
Postingan gerakan "Peringatan Darurat" bahkan menjadi trending topik di "X" dengan tweet mencapai lebih dari 31.000.
Gerakan "Peringatan Darurat" di platform "X" meluas setelah sejumlah seniman dan musisi yang turut menaruh perhatian terhadap suhu politik di Tanah Air.
Mulai dari komedian Pandji Pragiwaksono hingga musisi Fiersa Besari turut mengunggah gambar "Peringatan Darurat" tersebut.
Bahkan, gerakan ini juga turut direspons komunitas pencinta sepak bola Tanah Air, seperti Komunitas Brajamusti Gadjah Mada, suporter PSIM Yogyakarta, salah satunya.
Baca juga: Profil Achmad Baidowi, Pimpinan Baleg yang Disorot usai Putusan MK Dianulir, Sosok Gagal ke Senayan
Dalam unggahan gambar "Peringatan Darurat", Brajamusti Gadjah Mada turut membubuhkan keprihatinannya terhadap kondisi perpolitikan Indonesia.
"Peringatan darurat ini mungkin bukan kapasitas kami yang cuma komunitas pecinta klub sepak bola ini untuk bicara terlalu banyak. Tapi ini adalah hak dan bentuk tanggung jawab kami sebagai Warga Negara Indonesia untuk tidak diam saja saat situasi seperti ini," demikian tulis @Brajagama_.
Polemik Aturan Pilkada
Sebagaimana diketahui, ambang batas pencalonan gubernur Jakarta dipastikan turun drastis setelah MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Awalnya, permohonan ini diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora.
Keputusan hasil sidang ini memberikan harapan baru dalam pencalonan gubernur Jakarta, yang sebelumnya menuai polemik karena "borong tiket" oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Dengan perubahan ini, maka lebih banyak partai politik dapat mengusung calon gubernur dengan modal suara yang lebih rendah.
Hal ini tentu membuka peluang bagi tokoh-tokoh baru dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta.
Namun, baru sehari pasca-putusan, DPR dan pemerintah langsung menggelar rapat untuk membahas Revisi Undang-Undang Pilkada.
Baca juga: Ketua MKMK Sebut Rapat Baleg DPR Pembangkangan Secara Telanjang Putusan MK
Pakar Ikut Berkomentar
Feri Amsari, Pakar Hukum Tata Negara pun ikut berkomentar soal polemik aturan pencalonan kepala daerah.
Menurut Feri, putusan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang mengubah putusan MK terkait ambang batas pencalonan di Pilkada ini sama saja memperlihatkan DPR telah melawan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tentu saja melawan, karena jelas di dalam putusan Nomor 60 dan 70 mengenai syarat dan Partai yang dapat mengajukan calon kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah semua diubah oleh DPR dan pemerintah," kata Feri, Rabu (21/8/2024).
Feri menilai, putusan Baleg tersebut merupakan akal-akalan DPR yang terganggu terhadap putusan MK.
"Jadi ini sebenarnya akal-akalan DPR, karena memang permainan politik mereka."
"Landscape mereka terganggu dengan putusan MK yang sangat luar biasa memperbaiki keadaan ini," jelas Feri.
Feri kemudian membandingan sikap anggota DPR di putusan MK terdahulu dengan saat ini.
"Dulu mereka mengatakan harus patuh putusan MK di dalam perubahan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden."
"Mereka tidak menyinggung bahwa ini adalah upaya untuk merongrong dewan dan segala macamnya," ujar Feri.
Namun sekarang, kata Feri, sikap DPR berbanding terbalik.
"Mereka merasa terganggu kepentingan politiknya sehingga keluarlah jurus asal trobos, merusak berbagai sistem."
"Dan ini kerusakan ketatanegaraan yang begitu besar dan tampak di depan mata," kata Feri.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Nanda Lusiana Saputri)(Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)