Enggan Bayar Iuran, Terpidana Kasus Korupsi Ini Dikucilkan Sewaktu Ditahan di Rutan KPK
Elviyanto dalam kesaksiannya mengatakan, dirinya mendapat perlakuan berbeda dari tahanan lain karena tidak mau membayar iuran bulanan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus suap impor bawang, Elviyanto, mengaku dikucilkan sewaktu ia menjadi tahanan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gara-garanya karena Elviyanto enggan membayar iuran.
Hal itu disampaikan Elviyanto ketika bersaksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan atau pungutan liar (pungli) di lingkungan Rutan KPK, Senin (2/9/2024).
"Jadi, waktu itu pas saya masuk itu, saya diisolasi nanti waktu itu sudah ada yang punya telepon, jadi waktu itu misalnya saya mau hubungi keluarga, nah terus tapi enggak bisa, karena saya enggak bayar waktu pertama masuk, kaya gitu," ucap Elvianto di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Elviyanto dalam kesaksiannya mengatakan, dirinya mendapat perlakuan berbeda dari tahanan lain karena tidak mau membayar iuran bulanan.
Sehingga Elviyanto harus menjalani isolasi selama 14 hari.
Ia membenarkan bahwa iuran bulanan itu harus dibayarkan kepada petugas rutan.
"Ya," kata Elviyanto.
Baca juga: KPK Tetapkan 6 Tersangka Kasus Korupsi di Lingkungan Telkom Grup, Berikut Nama-namanya
Mendengar pernyataan Elviyanto, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mempertanyakan respons Elviyanto selama mendekam di Rutan KPK.
"Apakah saudara tidak bayar ini yang kemudian faktanya saudara menjalani isolasi 14 hari?" tanya jaksa KPK.
"Itu salah satu, setelah itu saya merasa dikucilkan saja," jawab Elviyanto.
Jaksa lantas mencecar Elviyanto maksud dia dikucilkan di dalam rutan.
"Dikucilkan maksudnya apa ini?" tanya jaksa.
"Ya, saya meminta tolong dicuekin aja," timpal Elviyanto.
Baca juga: KPK Periksa Keponakan Megawati, Riyan Dediano Terkait Kasus Suap Rel Kereta Api Wilayah Surabaya
Mendengar jawaban Elviyanto, jaksa KPK pun mempertanyakan mengapa Elviyanto bisa didiamkan di rutan.
"Dicuekin, seperti apa itu?" tanya jaksa KPK lagi.
"Misalnya saya minta tolong, 'bisa hubungi keluarga saya enggak?' Gitu," ucap Elviyanto.
Dalam kasus dugaan pungli di Rutan Cabang KPK, terdapat 15 terdakwa yang diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada para tahanan senilai total Rp6,38 miliar pada rentang waktu tahun 2019–2023.
Sebanyak 15 orang dimaksud, yakni Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta, serta Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki.
Selain itu, ada pula para petugas Rutan KPK meliputi Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, serta Ramadhan Ubaidillah, yang menjadi terdakwa.
Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4). Dari setiap Rutan Cabang KPK, pungli yang dikumpulkan senilai Rp80 juta setiap bulannya.
Perbuatan korupsi dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang terdakwa tersebut, yakni memperkaya Deden senilai Rp399,5 juta, Hengki Rp692,8 juta, Ristanta Rp137 juta, Eri Rp100,3 juta, Sopian Rp322 juta, Achmad Rp19 juta, Agung Rp91 juta, serta Ari Rp29 juta.
Baca juga: Hakim Minta Eks GM Produksi PT Timah Tak Putar Balikan Fakta Saat Beri Kesaksian
Selanjutnya, memperkaya Ridwan sebesar Rp160,5 juta, Mahdi Rp96,6 juta, Suharlan Rp103,7 juta, Ricky Rp116,95 juta, Wardoyo Rp72,6 juta, Abduh Rp94,5 juta, serta Ramadhan Rp135,5 juta.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa tergolong sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.