Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengakuan Eks Bos PT Timah Soal Pembuatan Grup WA New Smelter: Untuk Cari Pasokan Bijih Timah

Eks Dirut PT Timah mengungkap dibuatnya grup whatsapp (WA) bernama New Smelter untuk membantu pihaknya meningkatkan pasokan bijih timah.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengakuan Eks Bos PT Timah Soal Pembuatan Grup WA New Smelter: Untuk Cari Pasokan Bijih Timah
Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan
Mantan petinggi PT Timah Tbk dihadirkan sebagai saksi dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Harvey Moeis Cs di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (26/9/2024) 

Laporan wartawan Tribunews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mengungkap dibuatnya grup whatsapp (WA) bernama New Smelter untuk membantu pihaknya meningkatkan pasokan bijih timah.

Meski begitu Riza mengaku dirinya bukan anggota dari grup yang satu adminnya merupakan petinggi Polri.

Informasi itu Riza sampaikan saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Harvey Moeis Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/9/2024).

Mulanya Hakim Anggota Eryusman mengkonfirmasi kepada Riza soal adanya grup WA bernama New Smelter yang sempat terungkap di persidangan sebelumnya.

"Tau tidak ada WA grup tentang New Smelter?" tanya Hakim.

"Tahu," jawab Riza.

BERITA REKOMENDASI

"Jadi anggota grup juga?" tanya Hakim.

Baca juga: Hakim Geram Eks Dirut PT Timah Mengaku Tak Tahu Harvey Moeis Bos PT RBT: Saudara Jangan Begitu

"Saya enggak," ucap Riza.

Kemudian Hakim mendalami soal tujuan dibuatnya grup WA New Smelter tersebut.

Riza menuturkan dibuatnya grup tersebut untuk membantu pihaknya memperoleh pasokan bijih timah.

"Sepengetahuan saya Yang Mulia, itu grup dari informasi yang pernah saya terima, itu tujuannya untuk membantu PT Timah mendapatkan bijih timah, itu yang saya tahu," ucap Riza.

Meski begitu lanjut Riza pembuatan grup itu bukan diinisiai internal perusahaanya, tetapi dibuat pihak-pihak lain yang membantu.

Baca juga: Sidang Korupsi Timah: Pemilik Izin Ungkap Hasil Tambang Ilegal Dijual ke Smelter, Bukan ke PT Timah

Hakim pun mencari tahu siapa pihak pihak tersebut.

Riza mengatakan bahwa ada unsur aparat hukum termasuk Polda Bangka Belitung.

"Siapa pihak yang mau membantu itu siapa?" tanya Hakim.

"Dari pihak aparat hukum, Polda, ada dari pihak-pihak lain lagi," kata Riza.

Hakim saat merasa heran terkait pelibatan Polda Babel dalam konteks pemenuhan pasokan bijih timah untuk perusahaan pelat merah tersebut.

Riza menuturkan bahwa selama ini PT Timah memang kerap melibatkan unsur penegak hukum termasuk Polda Babel terutama untuk menertibkan penambang-penambang liar.

Hal itu, lanjut dia, telah ada sebelum dirinya menjabat sebagai Direktur Utama di PT Timah Tbk.

"Kami juga PT Timah pun selalu berkoordinasi dengan penegak hukum, Polda terutama Polda Babel mengenai mohon bantuan untuk penertiban perbantuan penegakkan hukum di sektor pertimahan," jawab Riza.

Riza juga mengatakan bahwa pelibatan penegak hukum itu dikarenakan pihaknya tak bisa berbuat banyak ketika terdapat penambang liar di wilayah IUP perusahaanya.

Karena itu kata dia PT Timah selalu bekerja sama dengan pihak kepolisian guna menindak masyarakat yang kerap menambang tanpa disertai izin.

"Sekian banyak masyarakat yang ada di sana sudah hidup dari sektor pertimahan. Beberapa usaha sudah dilakukan (untuk menindak penambang liar) termasuk di internal PT Timah juga sudah melakukan," jelasnya.

Setelah itu, Hakim coba menggali apakah dengan adanya grup New Smelter itu menambah produktivitas bijih di perusahaanya.

Riza pun mengaku sempat ada pasokan tambahan bijih.

Hanya saja dirinya mengaku tak tahu pasti berapa penambahan bijih timah yang berhasil pihaknya peroleh dari adanya grup New Smelter tersebut.

"Engga terlalu banyak juga sih Yang Mulia, tapi ada tambahan, detailnya saya enggak ini (ingat)," ucapnya.

Brigjen Mukti Juharsa Disebut Admin Grup New Smelter

Sebelumnya nama Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa disebut dalam persidangan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang menyeret suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis sebagai terdakwa, Kamis (22/8/2024).

Persidangan kali ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung.

Adapun nama perwira polisi Brigjen Mukti Juharsa disebut saat Hakim Ketua, Eko Ariyanto mencecar saksi Ahmad Syahmadi mengenai awal mula perkenalan dengan Harvey Moeis.

Syahmadi yang merupakan perwakilan PT Timah mengaku mengenal Harvey Moeis dari sebuah pertemuan dengan para pemilik smelter swasta di Bangka Belitung pada tahun 2018.

"Saudara tadi mengatakan mengenal terdakwa, kapan mengenalnya?" tanya Hakim Eko.

"Kira-kira di bulan akhir Januari atau Februari. Tahun 2018. Karena ada pertemuan, forum. Forum yang saya sebut para pemilik smelter swasta. Di Pangkal Pinang," kata Syahmadi.

Namun saat itu, Syahmadi belum mengetahui posisi Harvey Moeis di dalam forum para pemilik smelter timah.

Menurut Syahmadi, dia baru mengetahui posisi Harvey Moeis dari grup Whatsapp.

Grup Whatsapp itu terbentuk sebagai tindak lanjut pertemuan para pemilik smelter swasta yang berisi 25 sampai 30 anggota, diberi nama New Smelter.

"Kemudian kapan akhirnya saudara tahu bahwa siapa terdakwa ini?" tanya Hakim Ketua, Eko Ariyanto.

"Dari forum para pemilik smelter itu dibuatlah grup Whatsapp," jawab Syahmadi.

"Grup WA. Banyak membernya?" tanya Hakim lagi.

"Kurang lebih 25 sampai 30, saya enggak ingat persis. Saya dimasukkan sebagai member," jawab Syahmadi.

"Nama grupnya apa?"

"New Smelter," kata Syahmadi.

Adapun admin dari grup Whatsapp tersebut ialah Mukti Juharsa yang saat itu masih berpangkat Kombes dan menjabat Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Seingat saya adminnya Pak Dirreskrimsus, Pak Kombes Mukti," ujar Syahmadi.

"Pak Mukti. Mukti siapa?" tanya Hakim Eko, memastikan.

"Juharsa," jawab Syahmadi.

"Dari Polri?"

"Dari Polda," kata Syahmadi.

Selain itu, dari pihak Kepolisian pula terdapat Wakil Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Dari Polda seingat saya ada dua. Satunya lagi wakil direktur," katanya.

Kemudian dari pihak smelter, terdapat 20 hingga 22 orang yang tergabung di dalam grup New Smelter.

Sedangkan dari PT Timah, hanya ada Syahmadi.

"Seingat saudara berapa smelter yang ada yang di dalam grup itu?" tanya Hakim Eko.

"Mungkin sekitar 20 atau 22," jawab Syahmadi.

"Kemudian dari PT Timah ada berapa orang?"

"Saya sendiri, Yang Mulia,"  ujar Syahmadi.

Grup New Smelter yang beranggotan unsur Kepolisian, pihak swasta, dan PT Timah ini disebut Syahmadi berfungsi untuk koordinasi peningkatan produksi PT Timah.

"Jadi latar belakangnya untuk meningkatkan produksi?" kata Hakim Eko kepada Syahmadi.

"Tapi untuk meningkatkan produksi, meskipun buka tambang baru pasti prosesnya lama. Harus ngebor, harus bikin jalan, bikin jembatan, panjang Yang Mulia," jelas Syahmadi.

Berbagai komunikasi pun dilakukan di grup tersebut hingga akhirnya Syahmadi mengetahui bahwa posisi Harvey Moeis dalam hal ini sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin.

"Kemudian tadi awal-awal saksi tidak mengetahui siapa terdakwa (Harvey Moeis). Pada akhirnya tahu siapa terdakwa ini?" tanya Hakim.

"Tahu dari grup whatsapp itu kan ada komunikasi yang mungkin lebih dari kurang lebih 5 atau 6 bulan di situ. Saya berkesimpulan bahwa berarti Pak Harvey Moeis mewakili RBT, Refined Bangka Tin," kata Syahmadi.

Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.

Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas