Soal Eksploitasi Pasir Laut, Pakar Maritim: Indonesia Harus Perhatikan Upaya Pelestarian Lingkungan
Menurut Captain Hakeng, PP Nomor 26 Tahun 2023 cenderung lebih memprioritaskan keuntungan ekonomi melalui eksploitasi sumber daya laut, khususnya pasi
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Maritim, Capt. Marcellus Hakeng Jayawibaya, mengatakan sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia bertanggungjawab menjaga kelestarian ekosistem laut.
Menurutnya, kebijakan seperti ekspor pasir laut jika tidak diatur dengan bijaksana, maka bisa merusak reputasi internasional Indonesia dalam upaya pelestarian lingkungan.
“Integrasi antara perspektif ekonomi dan lingkungan dalam kebijakan publik sangat penting, tidak hanya untuk kepentingan nasional tetapi juga untuk menunjukkan komitmen global Indonesia sebagai penjaga ekosistem laut,” ujar Captain Hakeng dalam keterangannya pada Rabu (2/10/2024).
Melalui riset dan kajiannya, dia menyoroti ketidaksesuaian antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, terutama pada Pasal 56 yang berfokus pada perlindungan lingkungan laut.
Kajiannya dituangkan dalam tesis berjudul, “Tinjauan Yuridis terhadap Pengelolaan Sumber Daya Laut dalam PP No. 26 Tahun 2023 Berdasarkan Perlindungan Kelestarian Kelautan."
Atas kajiannya itu, dia dinobatkan sebagai wisudawan terbaik dengan IPK 3,96 dari Fakultas Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
Baca juga: Ekonom CELIOS: Ekspor Pasir Laut Akan Menggerus PDB RI Hingga Rp 1,22 Triliun
Ubhara Jaya melakukan wisuda terhadap 1.055 sarjana dan magister. Seorang di di antaranya yaitu Capt Marcellus Hakeng Jayawibaya.
Menurut Captain Hakeng, PP Nomor 26 Tahun 2023 cenderung lebih memprioritaskan keuntungan ekonomi melalui eksploitasi sumber daya laut, khususnya pasir laut.
“Kebijakan ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang Kelautan yang menempatkan pelestarian ekosistem laut sebagai prioritas utama,” jelas Captain Hakeng.
Ia menambahkan, diskrepansi ini menciptakan tantangan serius dalam harmonisasi regulasi di Indonesia.
Eksploitasi pasir laut yang diatur dalam PP tersebut, menurut Captain Hakeng, berpotensi merusak ekosistem laut yang menjadi habitat bagi berbagai spesies, termasuk ikan.
Aktivitas ini tidak hanya mengancam dasar laut, tetapi juga mengganggu proses reproduksi ikan dan rantai makanan, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada sektor perikanan.
“Meskipun secara ekonomi ekspor pasir laut terlihat menguntungkan, dampak lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih besar dan dapat mempengaruhi kehidupan nelayan serta keberlanjutan sumber daya laut,” tegasnya.
Baca juga: Pakar Ungkap Sederet Bukti Proyek IKN Pemerintahan Jokowi Hanya untuk Kepentingan Elite
Lebih jauh, Captain Hakeng menilai bahwa dilema antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan merupakan tantangan umum yang dihadapi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kebijakan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek berisiko mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital bagi generasi mendatang.
Sementara itu, Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Bambang Karsono, mendorong kolaborasi antar-disiplin dan kemitraan strategis.
"Menjadikan sebagai pusat inovasi kebijakan yang relevan dan berkelanjutan," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.