Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM Beberkan 8 Hal yang Perlu Dapat Perhatian Khusus Pemerintahan Prabowo-Gibran

Komnas HAM memberikan menyampaikan delapan hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah baru.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Komnas HAM Beberkan 8 Hal yang Perlu Dapat Perhatian Khusus Pemerintahan Prabowo-Gibran
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (12/6/2024). 

 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigito mengucapkan selamat bekerja kepada Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dilantik pada 20 Oktober 2024 dan kepada Kabinet yang telah dibentuk dan dilantik oleh Presiden.

Untuk itu, kata Atnike, Komnas HAM memberikan menyampaikan delapan hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah baru.

Pertama, adalah mendorong penyelesaian konflik dan kekerasan di Papua.

Atnike mengatakan Kebijakan Otonomi Khusus Papua telah berjalan lebih dari dua puluh tahun, namun konflik dan kekerasan masih rentan terjadi di Papua. 


Konflik dan kekerasan, kata dia, telah mengakibatkan korban jiwa baik di kalangan warga sipil, (Kelompok Sipil Bersenjata (KSB), maupun aparat. 

Berita Rekomendasi


Situasi tersebut, lanjutnya, juga menyebabkan kerentanan sosial yang menghambat penikmatan dan perlindungan HAM.


Di antaranya, sambungnya, seperti sulitnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan, terjadinya pengungsi internal, dan terhambatnya akses terhadap hak-hak ekonomi, sosial, budaya seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan lainnya.


Dengan pembentukan empat provinsi baru yang sedang berjalan, kata Atnike, maka pemerintah harus mendorong dan mendukung pemerintah daerah di seluruh provinsi di Papua untuk secara efektif memberikan jaminan pemenuhan dan perlindungan HAM bagi masyarakat.


Hal itu, sambung dia, termasuk ketika masyarakat menghadapi situasi konflik dan kekerasan. 


"Bersamaan dengan itu, pemerintah juga perlu terus mendorong pendekatan keamanan yang terukur, dan penegakan hukum yang akan membangun kepercayaan publik dan mendorong penghentian konflik," kata Atnike dalam keterangan Keterangan Pers Komnas HAM RI pada Selasa (22/10/2024).


Kedua, adalah pemenuhan hak korban Pelanggaran HAM yang Berat (PHB).


Atnike mencatat pada 11 Januari 2023, Presiden Republik Joko menerima laporan TPPHAM, mengakui sejumlah 12 kasus adalah pelanggaran HAM berat (PHB), dan menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut. 


Komnas HAM juga mencatat Pemerintah berkomitmen untuk melakukan langkah-langkah pemulihan dan pencegahan keberulangan atas berbagai peristiwa di masa lalu, dan menugaskan 19 Kementerian/Lembaga untuk menindaklanjuti komitmen tersebut. 


Meski program-program pemulihan, seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan pemulihan hak warga negara telah dilakukan, akan tetapi menurutnya hal itu masih jauh dari jumlah korban ada telah diidentifikasi Komnas HAM.


Selain itu, kata Atnike, pemerintah pun perlu mengembangkan upaya-upaya pencegahan atas pengalaman di masa lalu tersebut. 


Oleh sebab itu menurutnya penting bagi pemerintah untuk melanjutkan program pemulihan dan pemenuhan hak korban PHB secara lebih komprehensif dan berkelanjutan.


Di sisi lain, ia mengatakan sejumlah kasus PHB yang telah diselidiki Komnas HAM masih belum mendapatkan kepastian tindak lanjut. 


Sehingga menurut dia pemerintah perlu memfasilitasi upaya-upaya untuk memberikan kepastian terhadap status dari kasus-kasus PHB tersebut. 


"Termasuk salah satu kasus, yaitu kasus Paniai yang saat ini sedang terhenti proses persidangan kasasinya karena belum terpilihnya hakim ad hoc kasasi," sambungnya.


Ketiga, mengawal pembangunan IKN sejalan dengan Prinsip HAM.


Berdasarkan kajian Komnas HAM, kata Atnike, ditemukan sejumlah masalah dalam perencanaan dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).


Hal tersebut mulai dari kurangnya partisipasi, maupun belum tersedianya mekanisme pengaduan dan pemulihan bagi masyarakat. 


Dalam proses pembangunan IKN yang telah berjalan saat ini, menurutnya juga masih terjadi  beberapa peristiwa pelanggaran.


Pelanggaran itu di antaranya kekerasan terhadap warga, maupun hilangnya akses masyarakat terhadap hak-hak kesejahteraan telah terjadi dan dilaporkan kepada Komnas HAM


Menurut dia risiko terjadinya pelanggaran HAM dalam proses pembangunan IKN ke depan perlu terus diantisipasi. 


"Oleh sebab itu, perlu mendorong adanya mekanisme pengawasan pelaksanaan yang efektif untuk memitigasi, maupun membentuk mekanisme pemulihan, atas risiko maupun dampak dari pembangunan IKN terhadap HAM," kata Atnike.


Keempat, pengarusutamaan Prinsip Bisnis dan HAM dalam pembangunan.


Atnike mencatat dalam lima tahun terakhir, korporasi berada di urutan kedua sebagai aktor yang paling banyak diadukan kepada Komnas HAM


Kasus-kasus korporasi tercatat terjadi dalam beberapa isu yang dominan seperti sengketa lahan dan sumber daya alam, sengketa ketenagakerjaan, serta terkait pencemaran/kerusakan lingkungan.


Untuk mencegah pelanggaran HAM akibat praktik bisnis, menurutnya diperlukan pemahaman serta komitmen dari sektor bisnis untuk menerapkan prinsip bisnis dan HAM. 


Oleh karenanya, lanjut dia, pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah.


Langkah itu di antaranya melanjutkan pelaksanaan Strategi Nasional Bisnis dan HAM dan memperkuat peraturan untuk mendorong penguatan tata kelola sektor bisnis - baik korporasi swasta maupun milik negara.


Selain itu, menurutnya pemerintah juga perlu mengembangkan prosedur hukum serta tata kelola kelembagaan yang disediakan oleh pemerintah maupun sektor bisnis, untuk memberikan akses bagi masyarakat untuk melaporkan dan mendapatkan pemulihan.


Kelima, pengarusutamaan HAM dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah/kota/kabupaten.


Pemerintah Daerah, menurutnya juga menjadi salah satu pihak yang paling banyak dilaporkan kepada Komnas HAM


Kondisi tersebut, lanjut Atnike  menunjukkan bahwa kewajiban negara untuk melaksanakan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia belum diejawantahkan dengan efektif di tingkat daerah.


Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu memperkuat prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia menjadi arus utama dalam tata kelola Kota/Kabupaten di Indonesia melalui Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri, Kesehatan, Pendidikan, politik, hukum dan HAM serta Kementerian terkait lainnya.


"Termasuk di dalamnya adalah untuk memastikan regulasi dan program pembangunan yang ramah HAM di tingkat daerah," ungkapnya.


Keenam, pengarusutamaan HAM dalam tata kelola Agraria, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (ASDL).


Ia mencatat pada periode Januari 2020 hingga Agustus 2024, Komnas HAM telah menerima dan menangani pengaduan dugaan pelanggaran HAM terkait konflik agraria dan sumber daya alam sebanyak 2.639 kasus. 


Kasus-kasus tersebut, kata Atnike, terjadi karena masih lemahnya tata kelola di hulu perencanaan dan pembuatan kebijakan pembangunan, serta masih terjadi pengabaian atas prinsip hak asasi manusia dalam pelaksanaan pembangunan.


Oleh sebab itu, menurut Atnike, pemerintah perlu menempatkan penyelesaian konflik agraria sebagai prioritas dalam agenda pemerintahan 2024-2029.


"Upaya ini perlu dilakukan secara komprehensif, baik dalam penguatan regulasi, pengawasan dalam tata kelola ASDL, maupun mekanisme penanganan sengketa, yang dilakukan secara sinergis di antara K/L/D terkait, termasuk dengan sektor bisnis," kata Atnike.


Ketujuh, profesionalisme kepolisian dalam penegakan hukum sejalan dengan prinsip HAM.


Dalam rentang tiga tahun terakhir, tercatat Polisi adalah aktor yang paling banyak diadukan kepada Komnas HAM


Kasus-kasus terkait Kepolisian, ungkap dia, mencakup kelambatan dalam memberikan layanan, kriminalisasi terhadap masyarakat, menghalangi proses hukum, maupun kasuskasus penyiksaan. 


Untuk itu menurutnya pemerintah perlu terus mendorong penguatan profesionalisme Kepolisian.


"Baik melalui pelatihan dan pengembangan kapasitas Polisi, memaksimalkan fungsi pengawasan internal dan eksternal Kepolisian, maupun memperkuat penegakan hukum terhadap personil Kepolisian baik bersifat disiplin dan kode etik maupun pidana," ungkap dia.


Kedelapan, perlindungan WNI di luar negeri (pekerja migran dan korban TPPO).


Sebagai negara dengan jumlah pekerja migran yang besar, kata Atnike, jaminan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) masih belum optimal. 


Menurut dia masih lemahnya jaminan perlindungan bagi PMI menimbulkan kerentanan seperti kekerasan, kondisi kerja tidak layak, dan minimnya jaminan upah.


Dalam beberapa tahun terakhir, kata Atnike, kerentanan itu juga muncul dalam kasuskasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). 


Meski pemerintah telah membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, lanjut dia, namun belum dapat secara optimal merespons persoalan yang dihadapi oleh PMI.


Selain itu, menurutnya ketidakefektifan pencegahan dan penanganan TPPO oleh pemerintah menyebabkan potensi pelanggaran HAM.


"Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap implementasi Undang-Undang TPPO dan fungsi serta peran Satgas/Gugus Tugas TPPO di tingkat pusat maupun daerah, alokasi anggaran serta kelengkapannya (Satgas/Gugus Tugas)," ungkapnya.


Dengan demikian, ia mengatakan Komnas HAM berharap bahwa Pemerintahan Prabowo-Gibran akan melanjutkan dan memperkuat agenda HAM di berbagai aspek pembangunan dan tata kelola pemerintahan selama lima tahun ke depan. 


Dalam kaitannya dengan itu, kata Atnike, rekomendasi tersebut tak berhenti di sini. 


"Komnas HAM akan senantiasa menjalankan tugasnya selaku Lembaga HAM Nasional, untuk mendorong pemajuan HAM melalui rekomendasi atas isu HAM yang dihadapi oleh Indonesia yang memerlukan perhatian pemerintah," kata Atnike. 


"Dan senantiasa mendorong penegakan HAM terhadap persoalan-persoalan HAM yang terjadi di dalam masyarakat," pungkas dia.

 

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas