Menteri PPMI - Mendikti Saintek Koordinasi Peningkatan Perlindungan dan Kompetensi Calon PMI
Dua kementerian rapat bahas peningkatan perlindungan dan penyiapan tenaga migran Indonesia supaya memiliki kompetensi, skill mumpuni
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding menggelar rapat koordinasi dengan Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro, di Kantor Kemendikti Saintek, Komplek Kemendikbud Gedung D, Jakarta pada Jumat (15/11/2024).
Dua kementerian membahas soal peningkatan perlindungan dan penyiapan tenaga migran Indonesia supaya memiliki kompetensi, skill mumpuni yang diakui oleh negara penerima kerja.
Peningkatan kemampuan dan perlindungan para pekerja migran Indonesia (PMI) ini diharapkan turut bisa menaikkan kontribusi devisa atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari para PMI di negara - negara tempat mereka bekerja.
“Kita tahu semua bahwa selama ini masih Filipina negara yang paling besar mendapatkan devisa atau PNBP dari tenaga migran Indonesia. Dengan kepemimpinan pak Menteri itu mencoba kalau bisa menyamai atau mungkin lebih daripada Filipina karena kita punya potensi yang luar biasa, jumlah tenaganya besar,” kata Satryo selepas rapat.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri PPMI Abdul Kadir Karding turut membahas soal perbedaan syarat tenaga kerja yang ditetapkan negara - negara eropa.
Negara eropa umumnya menetapkan ukuran kelulusan pendidikan harus disertai dengan pengalaman.
Karding berharap ada penyesuaian yang dilakukan Kemendikti Saintek agar para lulusan anak bangsa bisa dibekali pengalaman sehingga bisa berkesempatan bekerja di eropa dengan bekal pengalaman kerja yang tercatat.
Baca juga: Hoaks Video Bantuan Rp 1,5 Miliar Bagi PMI, BP2MI Lapor Kemenkominfo dan Polda Metro Jaya
Berkenaan dengan ini, Kemendikti Saintek dan KPPMI akan membentuk tim untuk melakukan telaah kebijakan mana yang bisa diintegrasikan dan mana yang tidak.
“Ada beberapa hal teknis, misalnya soal ukuran-ukuran kelulusan itu menjadi beda misalnya di Eropa. Di Eropa maunya harus ada pengalaman, macam-macam. Nah, ini kita coba bicarakan juga sama beliau untuk bagaimana caranya ada penyesuaian supaya anak-anak kita yang bekerja ini bisa langsung tune-in gak perlu mumet ngurus itu bolak-balik,” ungkapnya.