2 Alasan Indonesia Tak Perlu Pindah Ibu Kota Menurut Arsitek Riken Yamamoto: Jakarta Akan Hancur
Arsitek top dunia asal Jepang, Riken Yamamoto, membeberkan alasan mengapa Indonesia tak perlu pindah ibu kota negara ke Kalimantan.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.com - Arsitek top dunia asal Jepang, Riken Yamamoto, membeberkan alasan mengapa Indonesia tak perlu memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.
Pertama, sebab Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia saat ini, belum bisa membahagiakan warga kampung-kampungnya.
"Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini masih kurang nyaman bagi rakyatnya, terutama daerah perkampungan. Masih harus ditata ulang dengan lebih nyaman, lebih baik lagi," ungkap Yamamoto kepada koresponden Tribunnews.com di Jepang, Jumat (15/11/2024).
Kedua, Yamamoto menjelaskan, apabila pemerintah Indonesia memaksakan pemindahan ibu kota, maka hal tersebut berisiko akan menjatuhkan perekonomian negara.
Jakarta, yang belum bisa membahagiakan warga kampung-kampungnya, kata Yamamoto, akan mengalami kehancuran.
"Jakarta akan hancur berantakan nanti (jika ibu kota dipindah), karena dasar kehidupannya, rakyat perkampungannya saja masih belum nyaman."
Baca juga: Arsitek Top Dunia Riken Yamamoto Minta Indonesia Jangan Pindah Ibukota Negara, Sebut Ini Bahayanya
"Perekonomian juga akan jatuh kalau (ibu kota) dipaksakan pindah ke Kalimantan," urai arsitek penerima Pritzker Architecture Prize 2024 ini.
Karena itu, ia mengimbau agar pemerintah Indonesia tak perlu memaksakan diri memindah ibu kota negara ke Kalimantan.
"Jangan pindahkan Jakarta sebagai ibu kota ke ibu kota baru yang ada di Kalimantan," tegas Yamamoto.
Ia justru menyarankan agar pemerintah memperbaiki kualitas hidup perkampungan di Jakarta dan warga-warganya dengan melibatkan arsitek setempat.
Sebab, menurutnya, Jakarta masih memiliki daya tarik cukup besar di mata dunia.
"Upaya (membenahi Jakarta) bisa dibantu oleh para arsitek setempat dan pendanaan dari bantuan pemerintah."
"Semua duduk bersama, musyawarah yang baik, bukan main menang sendiri," ungkapnya.
"(Karena) pengaruh Jakarta cukup besar di dunia, karena terlihat memiliki power yang luar biasa besar."
"Jadi Jakarta bukan hanya untuk rakyat Indonesia sendiri, tetapi juga untuk masyarakat dunia," pungkas dia.
Update Pembangunan IKN
Sebelumnya, Ketua Satgas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur yang juga Plt Deputi Sarana dan Prasarana Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Danis Hidayat Sumadilaga, mengungkapkan proses pembangunan IKN.
Ia mengatakan, secara kuantitatif, pembangunan IKN yang terbagi menjadi tiga batch, menunjukkan proses signifikan.
Untuk Batch I, kata Danis, telah mencapai 94,4, persen.
"Progres Pembangunan Infrastruktur IKN secara kuantitatif Batch I telah mencapai 94,4 persen."
"Batch II tembus 69,5 persen, dan Batch II sudah berada pada posisi 23,9 persen," tutur Danis kepada Kompas.com, Jumat (15/11/2024).
Baca juga: Menhub Dudy Akui Tak Tahu soal Rencana Pengembalian Kereta Otonom IKN ke China
Lebih lanjut, Danis membeberkan, beberapa paket pekerjaan dengan proses konstruksi di atas 95 persen, bakal siap diresmikan akhir tahun nanti.
Paket pekerjaan yang dimaksud adalah Istana Garuda, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Gedung Sekretariat Presiden, dan Pusat Pelatihan atau Training Center (TC) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Menurutnya, paling lambat paket pekerjaan itu bisa saja diresmikan pada awal 2025.
"Paling lambat aawal 2025 semuanya diresmikan," ucap Danis.
Sementara, progres pembangunan fisik proyek-proyek investasi dengan skema pendanaan swasta dan BUMN Non-APBN Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga terus dikebut.
Hingga Jumat, terdapat 16 paket pekerjaan telah tuntas dan dalam proses konstruksi.
Beberapa di antaranya yang telah tuntas adalah Swissotel Nusantara, Rumah Sakit (RS) Hermina, dan RS Mayapada.
Lalu, proyek investasi dengan pendanaan swasta yang masih dalam tahap konstruksi meliputi Hotel Qubika, RS Abdi Waluyo, dan Bus EV Interchange.
Kemudian, Revitalitasi SDN 020 Sepaku, dan Restoran Kampung Kecil.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Richard Susilo, Kompas.com/Hilda B Alexander)