Saksi Ngaku Diancam Pindah Tugas KABASARNAS Jika Tolak Jalankan Proyek Korupsi Pengadaan Truk Angkut
Awalnya Suhardi tidak mengaku bahwa dirinya mendapat ancaman dari atasannya Letjen TNI (Purn) Muhammad Alfan Baharudin jika tak menjalankan perintah
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Kebijakan Ahli Madya Badan SAR Nasional (BASARNAS) Suhardi mengaku diancam dipindahtugaskan oleh atasannya, Muhammad Alfan Baharudin selaku KaBasarnas jika menolak menjalankan proyek pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle.
Adapun hal itu diungkapkan Suhardi saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta,
Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini yaitu mantan Sekertaris Utama (Setama) BASARNAS Max Ruland Boseke, William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana BASARNAS sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.
Informasi itu terkuak bermula ketika Ketua Majelis Hakim Tony Irfan mengulik pengetahuan Suhardi perihal peserta proyek pengadaan truk angkut dan RCV di Basarnas tersebut.
Suhardi menjelaskan, peserta tender yang mengikuti proyek pengadaan truk dan RCV itu berjumlah lebih dari 3 peserta perusahaan.
Namun, dari peserta yang berjumlah lebih dari tiga itu kemudian diketahui CV Delima Mandiri ditunjuk sebagai pemenang lelang.
Baca juga: BREAKING NEWS Densus 88 Polri Tangkap 8 Tersangka Teroris Kelompok NII di Beberapa Wilayah Indonesia
"Kan ada penawaran yang lebih rendah, kenapa (tetap) diambil penawar yang lebih rendah, gitu kan? Kemudian saksi kalau tau itu tidak bisa kenapa saksi mau mengikuti perintah?," tanya Hakim.
"Siap, perintah kami laksanakan Yang Mulia," kata Suhardi.
"Kan kenapa dilaksanakan kalau itu tidak sesuai? Ada ancaman dari pimpinan kalau itu harus dilaksanakan?," cecar Hakim.
Awalnya Suhardi tidak mengaku bahwa dirinya mendapat ancaman dari atasannya Letjen TNI (Purn) Muhammad Alfan Baharudin jika tak menjalankan perintah tersebut.
Namun, Suharri tak bisa mengelak ketika Hakim Tony membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) nya pada saat proses penyidikan.
"Kalau saya hanya melihat dari keterangan saudara saja ini, di poin 24 'karena perbuatan bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa, namun karena keadaan yang kami alami di Basarnas kami tak punya pilihan lain. Karena kami hanya sebagai pelaksana karena sudah perintah maka kami sering diancam akan dipindahtugaskan'. Begitu?" tanya Hakim.
"Siap," kata Suhardi.
Baca juga: Kejagung Tetap Lanjutkan Kasus Jaksa Jovi Terkait ITE Meskipun Sudah Audiensi Bareng DPR
"Sampai sekarang ada enggak alasannya itu kalau enggak melaksanakan perintah?" tanya Hakim lagi.
"Saya dipindah Yang Mulia, saya dipindah ke Pangkalpinang 2018," ujarnya.
Tak berhenti di situ, kemudian Hakim Anggota Alfis Setyawan gantian menggali keterangan Suhardi perihal adanya ancaman tersebut.
Saat itu bahkan Hakim Alfis mengorek siapa sebenarnya pimpinan Basarnas yang melempar ancaman tersebut kepada Suhardi jika tak menjalankan perintah.
Kala itu Hakim Alfis sampai menebak satu persatu pimpinan tinggi Basarnas yang diduga melakukan pengancaman.
"Sebutkan saja namanya enggak apa-apa, biar terang persidangan ini? apakah Rudi Hendro Satmoko? apakah terdakwa? atau Muhammad Alfan Bahrudin?," tanya Hakim Alfis.
Akan tetapi saat itu Suhardi tampak masih ragu-ragu membeberkan siapa mantan pimpinannya yang memberi ancaman tersebut.
Ia sempat menjelaskan bahwa tidak ada ancaman secara eksplisit yang ditujukan kepadanya apabila tidak menjalankan perintah proyek pengadaan truk di Basarnas.
"izin Yang Mulia. secara eksplisit tidak pernah pimpti (pimpinan tinggi) ini mengatakan demikian. tapi sering di rapat atau di forum umum pimpinan tinggi atau Kabasarnas (mengatakan) pengadaan barang adalah kebijakan pimpinan kalau tidak menurut ya jangan di Basarnas. begitu Yang Mulia," jelas Suhardi.
Mendengar jawaban itu, Hakim Alfis pun meminta agar Suhardi berterusterang mengenai siapa sosok yang ia maksud tersebut.
"Ya siapa yang menyampaikan itu?," tanya Hakim.
"Kabasarnas Yang Mulia," kata Suhardi
"Kabasarnas?" tanya Hakim memastikan.
"Siap," ucapnya.
"Muhammad Alfan Baharudin?" tanya hakim.
"siap," ujar Suhardi membenarkan.
Suhardi menjelaskan, Muhammad Alfan Baharudin kerap menyampaikan hal tersebut saat proses rapat umum yang digelar di lingkungan Basarnas.
"Spesifik kalau nggak menjalankan perintah kepala Basarnas ini akan dipindahtugaskan ke wilayah lain?," tanya Hakim
"Siap, Yang Mulia," pungkas Suhardi.
Didakwa Korupsi Proyek Truk di BASARNAS
Dalam perkara ini, sebelumnya mantan Sekertaris Utama (Setama) BASARNAS Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.
Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp43.549.312.500.
Adapun sidang perdana itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Baca juga: Paspor Jadi Jurus Jitu Kejagung Tangkap Bos Sriwijaya Air Hendry Lie, Tersangka Korupsi PT Timah
Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.
"Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum," kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.
Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014.
Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di kantor BASARNAS RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.
"Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp20.444.580.000,00," jelas Jaksa.
Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.
Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.
Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp32.503.515.000.
Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp10.055.380.000.
Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp43.549.312.500.
Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.
"Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024," pungkasnya.
Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.