Ahli Ungkap Dugaan Rekayasa Transaksi Kasus Emas Budi Said: Kerugian Negara dan Persekongkolan
Ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan antara terdakwa dan pihak terkait.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Muhammad Zulfikar
Berdasarkan putusan terdahulu terhadap pelaku lain seperti Endang Kumoro dan Ahmad Purwanto, terdapat bukti kuat adanya persengkongkolan antara terdakwa dan pihak-pihak terkait.
“Terdakwa terlibat langsung dalam kerja sama yang menunjukkan keinsyafan bersama untuk melakukan tindak pidana ini,” kata Fitriati.
Dia juga menyoroti pengembangan kasus terhadap pihak lain tetap terbuka.
“Pasal 71 KUHP memungkinkan penambahan tersangka berdasarkan fakta-fakta baru yang ditemukan dalam proses penyidikan atau persidangan,” ujarnya.
Keterangan ahli forensik dan pidana ini memperkokoh dakwaan JPU terhadap terdakwa.
Dalam sidang ini, pola rekayasa yang diduga dilakukan Budi Said semakin terungkap, mulai dari komunikasi terencana, pelanggaran prosedur resmi, hingga keuntungan pribadi yang didapatkan secara melawan hukum.
Adapun dalam perkara ini, JPU mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas ANTAM dan tindak pidana pencucian uang.
Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.
Baca juga: Setoran Deviden Antam ke Negara Turun Rp 1 Triliun Buntut Budi Said Menang Gugatan Emas 1,1 Ton
Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,16 triliun, yang terdiri dari Rp 92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 pada pembelian kedua.
Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas ANTAM di BELM Surabaya 01 dan kewajiban ANTAM untuk menyerahkan 1.136 kg emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, Budi Said juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.