Kabareskrim Polri Sebut Wilayah dengan Jumlah Korban TPPO Terbanyak, Ada NTT hingga Jabar
Polri ungkap 397 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia selama 22 Oktober-22 November 2024 paling banyak korban di NTT hingga Jabar
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri berhasil mengungkap 397 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia selama periode 22 Oktober-22 November 2024 dengan jumlah korban sebanyak 904 orang.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyebut dalam hal ini, ada tiga wilayah terbanyak di Indonesia sebagai penyumbang korban TPPO.
"Dari NTT, kemudian Jatim, Jabar, ada salah satunya," kata Wahyu dalam konferensi pers di Bareskrim Polri pada Jumat (22/11/2024) kemarin.
Lalu, para korban yang menjadi pekerja migran ilegal ini kerap dikirim ke Malaysia karena wilayahnya yang dekat dengan Indonesia.
Wahyu menerangkan sebelum ke Malaysia, mereka biasanya transit terlebih dahulu di Pulau Kalimantan.
"Sebagian besar berangkat menuju Kalimantan itu, ibarat Nunukan, itu menggunakan kapal. Aksesnya juga lebih mudah," ucap dia.
Bahkan, sambung Wahyu, kini terdapat modus baru yang dilakukan oleh para pelaku yakni dengan menggunakan kapal kecil menuju ke Malaysia.
Para pelaku terbilang jarang menggunakan pesawat karena lebih mudah terdeteksi.
"Ada modus baru, menggunakan kapal-kapal kecil, ditampung di tengah laut lalu dikirim lagi ke malaysia," kata dia.
Diperkejakan Jadi LC
Untuk informasi, Bareskrim Polri dan sejumlah Polda tersebar di Indonesia mengungkap sebanyak 397 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selama periode 22 Oktober 2024 hingga 22 November 2024.
Hal itu disampaikan Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri pada Jumat (22/11/2024).
Setidaknya 482 pelaku terlibat dalam tindak pidana itu ditetapkan jadi tersangka dan 904 korban pekerja migran tah diselamatkan.
"Jaringan TPPO yang kita ungkap sebanyak 397 kasus dengan tersangka sebanyak 482 orang, dan berhasil menyelamatkan korban TPPO sebanyak 904 orang," kata Komjen Wahyu.
Para pelaku melanggar aturan usai memberangkatkan para pekerja migran secara ilegal dengan memakai visa yang tak sesuai.
Kemudian pelaku tidak membekali pekerja migran dengan pelatihan hingga memberangkatkan mereka tanpa melalui jalur resmi yang sudah ditentukan.
Wahyu menyebut sejumlah modus yang dilakukan oleh para pelaku.
Modus yang paling sering dilakukan yakni dengan mengimingi para pekerja migran bakal mendapat pekerjaan dan diupah tinggi.
Namun setibanya di lokasi penempatan, pekerjaan yang diberikan tidak sesuai janji malah paling banyak dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK).
"Modus melakukan eksploitasi anak pokonya memperdayakan anak melalui aplikasi online untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial. Kemudian juga dipekerjakan sebagai LC kalau di negara kita di dalam negeri," ungkap Kabareskrim.
Baca juga: 12 Wanita Diduga Korban TPPO, Dijanjikan Kerja Sebagai LC Tapi Disekap Hingga Sepekan di dalam Rumah
Adapula beberapa pekerja migran yang dipekerjakan di perusahaan ilegal di lokasi penempatan.
Para pekerja migran kerap menerima ancaman berupa kekerasan apabila menolak untuk bekerja atau tak memenuhi target kerja.
"Mereka juga akan menerima konsekuensi yaitu tindakan kekerasan dari para pelaku," jelas dia.
Para pelaku TPPO disangkakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun.
Kemudian Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerjaan Negeri Indonesia dengan pidana penjara maksimal 10 tahun. Adapun tiga Polda dengan jumlah pengungkapan terbesar yakni Polda Kepulauan Riau, Polda Kalimantan Utara, dan Polda Kalimantan Barat.