Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi IX DPR akan Terus Kawal Rancangan Permenkes yang Mengatur Produk terkait Tembakau

Komisi IX DPR akan terus mengawal rencana aturan yang berdampak pada meruginya masyarakat termasuk Rancangan Permenkes terkait tembakau.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Komisi IX DPR akan Terus Kawal Rancangan Permenkes yang Mengatur Produk terkait Tembakau
istimewa
Ilustrasi petani tembakau - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi NasDem, Nurhadi mengatakan, pihaknya akan terus mengawal rencana aturan yang berdampak pada meruginya masyarakat, termasuk Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang mengatur produk terkait tembakau. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi NasDem, Nurhadi mengatakan, pihaknya akan terus mengawal rencana aturan yang berdampak pada meruginya masyarakat, termasuk Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang mengatur produk terkait tembakau.

"Kami di Komisi IX DPR RI akan mengawal Rancangan Permenkes ini," kata Nurhadi dalam diskusi ‘Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau’ yang digelar Koordinator Wartawan Parlemen (KWP) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, dikutip Minggu (24/11/2024).

Baca juga: Ngadu Lewat Lapor Mas Wapres, Petani Tembakau Minta Perlindungan dari Tekanan Rancangan Permenkes

Nurhadi menyebut, meski aturan penyeragaman kemasan tanpa identitas bermaksud mengendalikan konsumsi dan kesehatan masyarakat, namun aturan ini bisa berdampak pada keberlangsungan perekonomian dan tenaga kerja industri hasil tembakau (IHT).

Ia juga menyebut adanya potensi kerugian ekonomi dengan adanya kemungkinan hilangnya pendapatan negara dari pajak dan cukai. 

Hal ini juga bisa mengganggu target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen yang diharapkan pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto.

"Jangan sampai kebijakan ini diterbitkan tanpa memperhitungkan dampak bagi masyarakat luas," ungkapnya.

Berita Rekomendasi

Dalam kesempatan serupa, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso, Mohammad Yasid mengatakan petani tembakau di daerahnya amat bergantung pada industri tembakau. 

Kebijakan ketat ini disebutnya bisa mengancam nasib dari 5.000 petani di Bondowoso. 

Menurutnya potret ini juga terjadi di daerah-daerah lainnya.

Baca juga: Pengamat: Minimnya Perlindungan Bagi Petani Tembakau Akibat Kemasan Polos Makin Tekan Industri Rokok

"Dari 23 Kecamatan terdapat tidak kurang 10.000 hektare tanaman tembakau dengan 5.000 petani. Artinya kita petani sangat bergantung pada sektor tembakau dan saya yakin ini potret yang sama di daerah lain," ujarnya.

Yasid menyampaikan bahwa penghasilan dari tanaman tembakau sangat tinggi dibandingkan dengan tanaman lain. 

Dengan biaya produksi sekitar Rp 35 juta per hektare, para petani bisa menuai hasil sebanyak Rp 90 juta per hektare dalam waktu 4 bulan.

Berkenaan dengan itu ia berharap pemerintah bisa merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, utamanya yang menyangkut industri tembakau, mengingat dampak signifikan terhadap penyerapan hasil tembakau dan keberlangsungan hidup para petaninya.

"Saat pandemi kami sanggup bertahan, tapi pemerintah justru yang mengancam kami sekarang," kata dia.

Pada diskusi yang sama, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Sarmidi Husna, turut menjelaskan bahwa industri tembakau merupakan sektor yang berkaitan dengan ekonomi masyarakat pesantren. 

Banyak santri dan wali santri di Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari sektor tembakau, baik sebagai petani, buruh, maupun pekerja lainnya.

Sarmidi menyatakan kebijakan yang mengatur tembakau harus mempertimbangkan keberagaman pandangan, termasuk dalam aspek keagamaan. 

Menurutnya, fatwa mengenai rokok di Indonesia tidak sepenuhnya sepakat untuk melarangnya. 

Di samping itu, ia juga mengkhawatirkan kebijakan yang ketat terhadap sektor tembakau hanya akan mendorong menjamurnya peredaran rokok ilegal. 

Terlebih ada aturan zonasi larangan penjualan rokok dalam PP 28/2024 yang bisa berdampak pada pedagang kecil.

“Bagaimana dengan pedagang kecil yang tidak mampu bersaing dengan minimarket atau peritel besar? Zonasi yang tidak jelas ini bisa mempersulit mereka,” kata Sarmidi.

Atas dasar itu, Sarmidi menilai bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah sejatinya harus mempertimbangkan maslahat dan mudaratnya, termasuk dampak sosial-ekonomi yang sangat nyata bagi ekosistem pertembakauan di Indonesia. 

“Dampak negatif dari kebijakan ini terhadap ekosistem pertembakauan sudah jelas. Negara harus melindungi rakyat kecil yang kehidupannya bergantung pada sektor ini,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas