Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Imbas OTT Gubernur Bengkulu, KPK Terima Banyak Pesan soal Kecurangan Pilkada

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku mendapat pesan WhatsApp (WA) usai KPK melakukan OTT terhadap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.

Penulis: Ilham Bintang Anugerah
Editor: Erik S
zoom-in Imbas OTT Gubernur Bengkulu, KPK Terima Banyak Pesan soal Kecurangan Pilkada
Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah tiba gedung KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024).  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku mendapat pesan WhatsApp (WA) usai pihaknya melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.


Pesan yang diterima Alex kurang lebih sama seperti kasus yang dibongkar lewat Rohidin, yakni terkait kecurangan pilkada.


"Saya setelah kejadian ini mendapat WA dari beberapa nomor yang tidak saya kenal, dia menyampaikan, pak, ini di daerah tertentu juga sama, dia sebut bahkan sudah dalam taraf TSM, terstruktur sistematis masif," kata Alex dikutip dari tayangan YouTube KPK RI, Selasa (26/11/2024).

Baca juga: Alasan Rohidin Mersyah Tetap Bisa Maju Pilgub Bengkulu 2024 meski Statusnya Tersangka KPK


KPK diketahui telah menetapkan Rohidin sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.


Lembaga antirasuah itu menduga Rohidin memeras para kepala dinas dan pejabat di lingkungan Pemprov Bengkulu untuk modal kampanye Pilgub Bengkulu.


Bahkan KPK telah menyita amplop bergambar Rohidin dan calon wakil gubernurnya, Meriani. Amplop itu disinyalir akan dipergunakan untuk serangan fajar.

Berita Rekomendasi


Alex mengatakan bahwa fenomena demikian sudah lama terjadi. Hal itu disebabkan oleh biaya politik yang tinggi.


"Ini kan sudah lama fenomena seperti ini. Bahkan, dari kajian KPK, LIPI dan Kemendagri kan sudah melakukan penghitungan rata-rata berapa sih biaya yang dibutuhkan oleh seorang kepala daerah, tingkat dua itu kalau enggak salah Rp 20 sampai Rp 30 miliar. Kemudian tingkat provinsi sekitar Rp 50 miliar," tutur Alex.


"Itu baru untuk mencalonkan loh, belum tentu menang. Kalau mau menang ya dua atau tiga kali lipat. Konon seperti itu," imbuhnya.


Alex menilai faktor utama yang harus dibenahi adalah pendidikan politik masyarakat. 

Baca juga: OTT Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, KPK Sita Ponsel, Ada Percakapan dari Tim Sukses Minta Uang


Pasalnya, pemilihan di Indonesia masih sangat bergantung hanya kepada uang.


"Kemenangan itu banyak bergantung hanya pada uang yang nanti akan diberikan kepada masyarakat. Salah satunya itu membeli suara. Ini biaya yang paling besar. Termasuk juga untuk honor dari para pendukungnya, saksi-saksi dan lain sebagainya. Itu membutuhkan biaya yang sangat besar dan tentu membutuhkan kemampuan keuangan yang tinggi juga," kata Alex.


Alex bilang, uang-uang tersebut tidak melulu bersumber dari kantong pribadi calon pemimpin kepala daerah, melainkan banyak dari sponsor.


"Termasuk antara lain dengan cara-cara seperti ini kan: dukungan dengan menjanjikan nanti kalau saya menang kamu tetap menjadi kepala dinas dan lain sebagainya, kalau enggak mendukung dan saya menang nanti kamu saya ganti," ujar Alex.


"Ada semacam pemaksaan, intimidasi terhadap pejabat-pejabat di daerah termasuk pegawainya itu untuk mendukung petahana. Ini yang terjadi," sambungnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas