Buruh Terima Keputusan Presiden Prabowo Menaikkan UMP 2025 Sebesar 6,5 Persen, Ini Alasannya
Serikat buruh bersama Partai Buruh merespons soal keputusan Presiden Prabowo Subianto soal kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serikat buruh bersama Partai Buruh merespons soal keputusan Presiden Prabowo Subianto soal kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan kalau serikat buruh menerima keputusan tersebut dengan berbagai alasan.
Mulanya, Said Iqbal mengungkap soal tuntutan dari serikat buruh yang kerap menggelar aksi untuk menaikkan upah.
Kata Said, sejatinya tuntutan buruh meminta agar upah naik sebesar 8-10 persen.
"Serikat buruh kami menyampaikan, pertama target yang kami harapkan adalah upah minimum itu 8-10 persen," kata Said Iqbal saat jumpa pers secara daring, Jumat (29/11/1024) malam.
Namun, kata Said Iqbal, pada hari ini, pemerintah telah memutuskan kenaikan upah pada angka 6,5 persen.
Baca juga: Meski Tak Sesuai Ekspektasi, Buruh Apresiasi Kenaikan UMP di Angka 6,5 Persen
Kenaikan tersebut menurut Said Iqbal mendekati dari angka tuntutan serikat buruh di minimal 8 persen.
"Maka itu sudah mendekati dari nilai yang diharapkan oleh buruh, buruh harapannya 8-10 persen, karena 6,5 persen mendekati 8 persen, maka buruh menyatakan menerima keputusan Presiden RI Prabowo Subianto, yaitu menaikan upah minimum 6,5 persen jadi mendekati 8 persen," ujar dia.
Lebih lanjut, Said Iqbal menyatakan alasan lain kenapa buruh menerima dari keputusan Presiden Prabowo itu, salah satunya soal fenomena deflasi yang pernah dialami Indonesia lima bulan terakhir.
Kata dia, angka 6,5 persen yang diputuskan Prabowo sudah rasional dan masuk akal dengan penghitungan deflasi tersebut.
Baca juga: PKB Respons Presiden Prabowo Tetapkan UMP 2025 Naik 6,5 Persen: Idealnya 10 Persen
Deflasi sendiri merupakan kondisi ekonomi di mana harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan di dalam jangka waktu tertentu.
"Karena kita kan pernah mengalami deflasi 5 bulan, sebenarnya kalau tidak deflasi dihitung, itu kenaikan upah bisa 8 persen atau setidaknya 7,7 persen," kata dia.
"Tapi setelah kami kalkulasikan ada deflasi 5 bulan terakhir, itu mempengaruhi nilai inflasi, maka 6,5 persen yang telah diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto adalah rasional masuk akal dan sesuai dengan keputusan MK," ujar Said Iqbal.