Kejagung Tancap Gas Usut Kasus Korupsi Impor Gula Tom Lembong, 4 Pejabat Bea Cukai Diperiksa
Kejaksaan Agung tancap gas mengusut kasus korupsi impor gula yang melibatkan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung tancap gas mengusut kasus korupsi impor gula yang melibatkan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong.
Kali ini Kejagung memeriksa 5 orang saksi, 4 di antaranya pejabat Bea dan Cukai.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan, lima orang yang diperiksa penyidik Jampidsus yakni DA selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (TMP) B Medan.
Kemudian WA selaku Kepala Kantor Pengawawsan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Gresik, CU selaku Kepala Subdirektorat Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan MTD selaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Marunda.
Sementara untuk satu saksi lainnya, berinisial YW selaku Tim Kerja Pengembangan Kawasan Tanaman Tebu dan Pemanis Lain Kementerian Pertanian.
Baca juga: Kejagung Bantah Anggapan Kriminalisasi Tom Lembong di Kasus Impor Gula
Kendati demikian Harli tidak menjelaskan perihal materi pemeriksaan yang tengah didalami dari lima orang saksi.
Ia hanya mengatakan para saksi diperiksa untuk Tom Lembong yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi importaai gula di Kemendag periode 2015-2016.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," ujarnya.
Hakim Tolak Praperadilan Tom Lembong
Sebelumnya, Hakim Tunggal Tumpanuli Marbun telah menolak permohonan praperadilan yang diajukan eks Mendag Tom Lembong.
Atas hal itu hakim menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan Kejagung untuk Tom Lembong sah alias sesuai aturan.
"Menimbang pertimbangan di atas maka alasan penahanan yang didalilkan pemohon oleh termohon tidak sah. Tidak berdasarkan hukum oleh karenanya harus ditolak," kata hakim Marbun di persidangan PN Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).
Baca juga: Kejagung Lanjutkan Penyidikan Kasus Tom Lembong Setelah Praperadilan Ditolak Hakim
Hakim melanjutkan karena termohon telah dapat membuktikan maka alasan-alasan permohonan praperadilan yang diajukan pemohon patut ditolak.
"Oleh karena permohonan tersebut ditolak. Alat bukti lainnya tidak perlu lagi dipertimbangkan," tegas hakim.
Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di periode pertama Presiden Joko Widodo.
Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.
Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula.
PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.