MK Tegaskan Penyusunan RUKN Harus Dapat Pertimbangan DPR Dulu Sebelum Ditetapkan Pemerintah
MK menjelaskan pertimbangan dari DPR dibutuhkan untuk menjamin keselarasan RUKN dengan kebijakan energi nasional.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) harus disusun berdasarkan kebijakan energi nasional dan ditetapkan oleh pemerintah setelah mendapatkan pertimbangan dari DPR RI.
Hal ini disampaikan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 39/PUU-XXI/2023, di mana sembilan hakim konstitusi mengabulkan sebagian permohonan para Pemohon, yang memohonkan pengujian Materiil Pasal 38 dan 42 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Baca juga: Terdakwa Penyalahgunaan Narkotika Uji Materiil KUHAP Terkait Surat Dakwaan ke MK
Para Pemohon perkara ini, di antaranya terdiri dari Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan sembilan organisasi serikat buruh serta 109 individu yang tergabung sebagai Pemohon.
Dari beberapa hal yang didalilkan para Pemohon, MK mengabulkan dalil berkenaan Pasal 7 ayat (1) dalam Pasal 42 angka 5 tentang Perppu Cipta Kerja.
"Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional disusun berdasarkan kebijakan energi nasional dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat setelah mendapat pertimbangan DPR RI," tutur Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan, di Gedung MK, Jakarta, Jumat (29/11/24).
Dalam petitum permohonan, para Pemohon sejatinya meminta agar DPR memberikan "persetujuan" dalam penentuan kebijakan energi nasional, terutama di bidang ketenagalistrikan.
Namun, menurut MK, keterlibatan DPR dalam RUKN hanya berupa "pertimbangan".
Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan, pendapat Mahkamah yang demikian didasarkan pada sudut pandang, bahwa proses untuk mendapatkan "pertimbangan" lebih sederhana dibandingkan dengan proses mendapatkan "persetujuan”.
Mahkamah menjelaskan, pertimbangan dari DPR dibutuhkan untuk menjamin keselarasan RUKN dengan kebijakan energi nasional.
Baca juga: Kompolnas Dukung Putusan MK Soal Pejabat Daerah, Anggota TNI-Polri Tidak Netral Bisa Dipidanakan
Terlebih, ketenagalistrikan nasional merupakan suatu cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup masyarakat Indonesia.
"Kewenangan/fungsi legislasi DPR harus pula ditempatkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan (berkelindan) dengan fungsi pengawasan. Dalam hal ini, apabila diletakkan dalam sudut pandang konsep manajemen modern, fungsi pengawasan harus dimulai sejak perencanaan suatu kegiatan dirumuskan," kata Saldi.
Menurutnya, menyandarkan keterlibatan DPR terkait hal yang bersifat umum dalam RUKN berpotensi mengabaikan listrik sebagai cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Sebelumnya, para Pemohon mendalilkan, DPR harus diberikan ruang yang cukup sebagai representasi rakyat dalam perencanaan RUKN.
Sebab, kata mereka, kesalahan pada tahap perencanaan akan berpengaruh pada beban yang akan ditanggung oleh para Pemohon sebagai bagian dari masyarakat Indonesia selaku konsumen listrik.
Oleh karena itu, mereka mengatakan, penyelenggaraan penyediaan energi listrik harus dilakukan secara merata, andal dan berkelanjutan.
Kemudian, dalam penyusunan RUKN harusalah didasarkan pada prinsip efisiensi, transparansi dan partisipasi kepada pemangku kepentingan di sektor ketenagalistrikan.