KPK Telusuri Keterlibatan Pihak Lain dalam Kasus Korupsi ASDP yang Diduga Rugikan Negara Rp 1,27 T
KPK menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi di lingkungan ASDP, yakni Rp 1,27 triliun.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022.
Hal itu didalami penyidik saat memeriksa tiga saksi pada Kamis (5/12/2024) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Baca juga: KPK Ungkap Lokasi Aset Properti Tersangka Korupsi ASDP yang Disita: Pondok Indah hingga Menteng
Tiga saksi dimaksud yaitu M. Islamudin, VP Management Asset tahun 2020–2021; Evi Dwijayanti, VP Akuntansi; dan Aldo Yohanes Mumuh, VP Keuangan tahun 2021–2022.
"Saksi hadir semua, masih terkait pendalaman perbuatan melawan hukum yang berakibat kerugian keuangan negara, dan ada pihak lain yang perlu diminta pertanggungjawabannya bersama-sama direksi ASDP," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Jumat (6/12/2024).
Baca juga: TERNYATA Setengah Kabinet Merah Putih Prabowo Belum Lapor LHKPN ke KPK
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Mereka yaitu Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono; Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi; dan Pemilik PT Jembatan Nusantara Group, Adjie.
Keempat tersangka itu sempat menggugat status tersangka mereka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, hakim PN Jaksel menolak gugatan praperadilan keempat tersangka tersebut.
Adapun penetapan tersangka terhadap empat orang dimaksud berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang diteken pada Jumat, 16 Agustus 2024. Empat orang itu juga telah dicegah bepergian ke luar negeri.
KPK menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi di lingkungan ASDP, yakni Rp 1,27 triliun.
Dalam prosesnya, penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penyitaan sejumlah mobil dan 15 aset properti yang terkait dengan perkara dimaksud.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyebut pihaknya menduga masalah akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry terjadi saat prosesnya berjalan.
Salah satunya terkait sejumlah kapal dari PT Jembatan Nusantara yang masuk aset akuisisi.
Asep menyebut kondisi kapal dari PT Jembatan Nusantara tidak baru.
Selain itu, Asep juga menyebut ada dugaan kapal milik PT Jembatan Nusantara tidak sesuai secara spesifikasi.
Terdapat 53 kapal PT Jembatan Nusantara yang termasuk dalam aset yang diakuisisi.
"Ini mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi barang-barang yang dibeli dari PT JN itu juga kondisinya bukan baru-baru," kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi berjalan tak semestinya.
Baca juga: ASDP Catat Pertumbuhan Aset Sebesar 45,47 Persen Sejak 2019 Hingga 2023
Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan.
Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi.
Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan.
"Nah, itu yang kemudian menyebabkan akhirnya terjadi kerugian. Lalu juga penghitungan dan lain-lain," ujar Asep.
Menurut Asep, akuisisi diperbolehkan dan dilaksanakan. Asalkan, prosesnya tidak menabrak aturan.
Contohnya, jika armada kapal di PT ASDP tidak mencukupi untuk kegiatan penyeberangan. Terlebih saat momen lebaran atau hari besar.
"Misalnya kalau melihat sekarang mau lebaran penyeberangan kan menumpuk. Tidak mencukupi lah. Dari sana kemudian diajukan program atau proyek untuk penambahan armada seperti itu, ini legal. Boleh. Ada kajiannya," kata Asep.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.