Ombudsman Terima 594 Aduan Zonasi PPDB, Ada Kongkalikong Petugas dan Ortu Siswa dan Barcode KK Palsu
Keluhan jalur zonasi PPDB, kebanyakan masyarakat mempermasalahkan jarak (20 persen), verifikasi dokumen (12,2 persen), dan blankspot (11,9 persen).
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang tahun 2022-2024, Ombudsman RI menerima 594 laporan aduan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Jumlah laporan ini adalah himpunan dari 34 kantor perwakilan Ombudsman di Indonesia.
Mayoritas aduan adalah maladministrasi atau penyimpangan prosedur dengan 31 persen dari jumlah laporan masuk.
Sisanya, 18 persen aduan menyoal layanan PPDB yang tidak kompeten, serta 13 persen mempermasalahkan panitia PPDB yang tidak memberikan pelayanan.
Pengaduan jalur zonasi PPDB terbanyak ada di tahun 2022 dengan 173 aduan, disusul 2023 sebesar 154 aduan. Sedangkan 2024 ini ada 97 aduan yang masuk.
Dari berbagai keluhan jalur zonasi PPDB, kebanyakan masyarakat mempermasalahkan jarak (20 persen), verifikasi dokumen (12,2 persen), dan blankspot (11,9 persen).
Baca juga: Ombudsman RI Harap Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal Makin Meluas
Hal ini dipaparkan Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais dalam diskusi publik 'Transformasi Sistem Zonasi PPDB' di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (12/12/2024).
"Dan masalah yang selalu dimasalahkan paling besar adalah permasalahan jarak," katanya.
Indraza kemudian menjelaskan bahwa zonasi dalam PPDB sesungguhnya tidak mengatur jarak antara rumah dan peserta didik. Tapi, membagi area berdasarkan sebaran peserta didik. Hal ini lanjutnya menjadi tantangan lantaran kondisi wilayah berbeda - beda
Tantangan zonasi di perkotaan lanjutnya, karena kepadatan di lahan yang sempit. Sebaliknya, tantangan di pelosok, terjadi karena memiliki daerah yang sangat luas dan sekolah - sekolah di tempatkan pada jarak yang jauh dari rumah peserta didik.
"Jika tidak ada pemetaan maka tidak ada strategi menyelesaian untuk menghadapi PPDB di tahun berikutnya," kata Indraza.
Selain itu masalah jalur zonasi PPDB juga berkutat pada verifikasi dokumen. Misalnya kasus orang tua peserta didik dan oknum petugas memalsukan dokumen KK demi tujuan peserta didik nampak tinggal dekat sekolah yang dituju.
Kasus ini dibarengi dengan lemahnya verifikasi dan validasi. Bahkan Ombudsman menemukan adanya pemalsuan barcode KK.
Masalah ketiga zonasi PPDB adalah adanya wilayah blankspot yang muncul imbas pemerintah daerah tidak mempertimbangkan data sebaran calon peserta didik saat pembagian zona. Alhasil ada wilayah yang tidak tersentuh zonasi dan tidak memiliki sekolah negeri.
"Zona itu bisa berubah setiap tahun tergantung dengan calon peserta didik seharusnya," ucap Indraza.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.