Konsolidasi Demokrasi Dinilai Lebih Penting Daripada Wacana Prabowo Ihwal Kepala Daerah Dipilih DPRD
Titi menambahkan, efisiensi dalam pemilihan kepala daerah dapat dicapai tanpa harus mengorbankan sistem pilkada langsung. Ia menyarankan pemerintah
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar kepemiluan dan dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai pemerintah sebaiknya fokus pada upaya konsolidasi demokrasi daripada mengangkat wacana yang dapat mempreteli hak rakyat, seperti penghapusan sistem pilkada langsung.
Pernyataan Titi ini menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto di Sentul International Convention Center, Kamis (12/12/2024) dalam perayaan HUT ke-60 Golkar, yang menyebut Pilkada langsung boros biaya dan perlu dikaji ulang.
Dalam kesempatan itu Prabowo mengungkapkan wacana supaya kepala daerah dipilih langsung oleh DPRD.
“Lebih baik pemerintah fokus menata konsolidasi demokrasi di Indonesia tanpa harus banyak membuat narasi yang bisa menimbulkan kontroversi karena mempreteli hak rakyat dalam demokrasi,” ujar Titi dalam keterangannya, Sabtu (14/12/2024).
”Terlalu banyak kontroversi bisa mengganggu konsentrasi pemerintahan Prabowo dalam melaksanakan program pembangunan dan pemenuhan janji-janji politiknya,” sambungya.
Titi menambahkan, efisiensi dalam pemilihan kepala daerah dapat dicapai tanpa harus mengorbankan sistem pilkada langsung. Ia menyarankan pemerintah untuk memperbaiki penegakan hukum, integritas partai politik, dan transparansi dana kampanye.
“Efisiensi juga bisa dilakukan tanpa harus mengembalikan pemilihan langsung menjadi pemilihan DPRD. Misalnya, dengan pengaturan transparansi dan akuntabilitas dana kampanye sehingga bisa menekan dana-dana ilegal yang dikeluarkan oleh parpol dan calon,” tegasnya.
Baca juga: Adu Harta Kekayaan 4 Bakal Calon Ketua Umum PPP, Siapa Teratas?
Ia juga menyoroti pemborosan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 yang menelan anggaran lebih dari Rp70 triliun.
Beberapa bentuk pengeluaran dinilai tidak efisien, seperti penggunaan private jet oleh penyelenggara pemilu dan kegiatan seremonial yang intens di hotel-hotel mewah.
“Kemudian juga bisa dilakukan dengan mengurangi biaya-biaya seremonial dalam penyelenggaraan pemilu yang mestinya tidak perlu dialokasikan,” ungkapnya.
Titi mengingatkan, pilkada langsung diterapkan untuk memperkuat representasi masyarakat dan mengatasi praktik politik uang di DPRD. Mengembalikan pemilihan kepada DPRD justru berisiko memperburuk kedaulatan rakyat.