Pemerintah Didesak Segera Bentuk Lembaga Perlindungan Data Pribadi
Pemerintah didesak segera membentuk Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah didesak segera membentuk Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Sebab pembentukan lembaga yang akan melindungi data rakyat Indonesia itu merupakan amanat Undang - Undang.
Anggota Komisi I DPR RI oleh mengatakan, Pasal 58 Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) menyebutkan bahwa presiden menetapkan lembaga yang menyelenggarakan perlindungan data pribadi.
"Lembaga tersebut bertanggung jawab langsung kepada presiden," kata Soleh dalam keterangan, Jumat (20/12/2024).
Menurut dia, ketentuan mengenai pembentukan lembaga tersebut diatur dalam peraturan presiden (Perpres).
Sampai saat ini, pihaknya masih menunggu perpres yang akan mengatur terkait keberadaan Lembaga PDP.
Kekurangan UU PDP
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) disahkan pafda 2022 lalu.
Adapun naskah final RUU PDP yang telah dibahas sejak tahun 2016 itu terdiri dari 371 Daftar Inventarisasi malah (DIM) dan menghasilkan 16 Bab serta 76 pasal.
Jumlah pasal di RUU PDP ini bertambah 4 pasal dari usulan awal pemerintah pada akhir 2019 yakni sebanyak 72 pasal.
Pelanggarnya diancam dengan hukuman denda antara Rp4 miliar hingga 6 miliar.
Hal itu berdasarkan aturan sanksi administratif dan sanksi pidana dalam draf UU PDP.
Ketentuan pidana dalam UU PDP itu masuk dalam Bab XIV Pasal 67 hingga Pasal 73.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus masih memiliki kekurangan.
“Muncul kemudian beberapa kritik dari lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada substansi RUU PRP terkait banyak kelemahan yang ada pada RUU PDP itu,” kata Lucius Karus beberapa waktu lalu.
Lucius Karus menyayangkan proses panjang UU PDP itu tidak diiringi partisipasi publik dalam pembentukannya.
Ditambah lagi dengan perdebatan lembaga otoritas UU PDP yang akhirnya berada di bawah presiden.
“Saya kira sejak saat itu DPR tidak pernah lagi coba menyodorkan ke publik draf akhir yang kemudian mereka sepakati antara DPR dengan pemerintah,” ucap Lucius Karus.
“Jadi wajar kemudian setelah disahkan, orang baru kemudian terbuka matanya, pasal-pasal yang kemudian masih kontroversial dalam RUU PDP,” tuturnya menambahkan.
Dia lantas menyoroti sejumlah aturan dalam UU PDP yang masih terlihat umum.
Menurutnya, hal itu menyalahi prinsip pembuatan Undang-Undang.
Padahal, kata dia, seharusnya Undang-Undang membuat aturan yang detail.
Dengan demikian, maka UU PDP ini terkesan hanya untuk sekadar menyerahkan pihak lain untuk membuat aturan turunan UU PDP ini.
“Jadi sia-sia banget akhirnya proses pembahasan sangat panjang dari 2016 sampai 2022, ketika ada begitu banyak pasal di dalamnya yang memerintahkan lanjutan penyusunan aturan itu di pemerintah,” ujarnya.
“Itu artinya sesungguhnya ini hanya semacam guidens doang di UU PDP. Jadi enggak penting banget kemudian RUU itu jika kemudian masih menunggu lebih banyak eksekusi di lapangannya itu pada Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden,” tambah Lucius.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.