Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PKS Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12 Persen, Khawatir Membebani Perekonomian Masyarakat

PKS)meminta pemerintah menunda rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025 karena khawatir memberatkan perekonomian masyarakat.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
zoom-in PKS Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12 Persen, Khawatir Membebani Perekonomian Masyarakat
Istimewa
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Mabruri. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta pemerintah menunda rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025.

PKS pun mengkhawatirkan kenaikan ini memberatkan perekonomian masyarakat.

"Fraksi PKS meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan ini dan mempertimbangkan penundaan implementasinya," kata Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri saat dikonfirmasi, Sabtu (21/12/2024).

Adapun fraksi PKS DPR RI menjadi satu-satunya partai politik yang menolak pengesahan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan pada 3 tahun silam.

Dalam aturan itu, salah satunya disepakati kenaikan PPN sebesar 12 persen.

Mabruri mengharapkan pemerintah lebih kreatif dan inovatif dalam mencari sumber pendapatan negara.

Baca juga: Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP untuk Sektor Properti

Berita Rekomendasi

Dia pun khawatir kebijakan tersebut akan membebani masyarakat.

PKS, lanjut dia, mengkhawatirkan kenaikan PPN juga dapat membebani petani melalui peningkatan biaya produksi, seperti pupuk, benih, dan alat pertanian.

"Kebijakan ini juga berisiko meningkatkan harga produk pangan. Harga jual produk pertanian berpotensi naik, sehingga menurunkan daya beli masyarakat,” jelasnya.

Mabruri pun meminta pemerintah seharusnya mengenakan kenaikan pajak tepat sasaran dengan menyasar kelompok si kaya bukan si miskin.

Baca juga: Mahasiswa akan Turun ke Jalan Protes Kenaikan PPN 12 Persen

Sebab, fungsi PPN merupakan satu instrument untuk mengatasi ketimpangan pendapatan.

Karena itu, Rofik menyarankan pemerintah agar mengkaji ulang ide kenaikan PPN sebesar 12 persen.

Apalagi, perekonomian negara saat ini juga masih dalam kondisi lemah.

“Hal tersebut lebih baik daripada kenaikan PPN justru menimbulkan inflasi di saat ekonomi masih lemah,” ujarnya.

Diketahui, pemerintah telah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Sesuai dengan amanat UU HPP dengan jadwal yang ditentukan tarif PPN akan naik 12 persen per 1 Januari 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).

Airlangga menyampaikan, untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi, yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1 persen atau hanya dikenakan tarif 11 persen saja.

Barang-barang pokok yang dikenakan tarif 11 persen yakni, minyak goreng dengan kemasan Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

“Jadi stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan dan minuman yang peranannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi yakni 36,3 persen, juga tetap 11 persen (tarif PPN),” ungkapnya.

Adapun Airlangga menyampaikan, pemerintah juga menerapkan pengecualian objek PPN

“Barang-barang yang dibutuhkan masyarakat PPN diberikan fasilitas atau 0 persen. Jadi barang seperti kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan telur, sayur, susu, jasa pendidikan, angkutan umum, seluruhnya bebas PPN,” ucapnya.

Beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi:

1. Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging

2. Telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi

3. Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja

4. Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci

5. Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)

6. Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)

7. Rusun sederhana, Rusunami, RS, dan RSS

8. Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional

9. Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak.

10. Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi

11. Emas batangan dan emas granula

12. Senjata/alutsista dan alat foto udara.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas