Zainal Arifin Mochtar Ungkap Kasak-kusuk Anggota DPR Usai MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden
Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar mengaku ditelepon sejumlah anggota DPR setelah MK memutuskan presidential threshold.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengaku ditelepon sejumlah anggota DPR setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Dosen yang akrab disapa Uceng itu mensinyalir DPR tidak akan diam saja terhadap putusan MK yang menimbulkan pro dan kontra tersebut.
Ia mengaku telah ditelepon sejumlah anggota DPR yang menanyakan kepadanya kemungkinan untuk membuat syarat ambang batas pencalonan presiden menjadi sama dengan syarat ambang batas perolehan suara partai peserta pemilu (parliemantary threshold) 4 persen.
Padahal, kata Uceng yang juga menjadi narasumber dalam film dokumenter kontroversial tentang Pemilu 2024 yakni Dirty Vote, dalam putusannya MK telah gamblang menyatakan menghapus ambang batas pencalonan presiden.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk Kontroversi Pemilihan Presiden Pasca Pembatalan Syarat Ambang Batas Oleh MK yang digelar secara daring pada Minggu (12/1/2025).
Baca juga: MK Hapus Presidential Threshold, AHY: Kita Hormati, karena Nggak Ada Sistem yang Sangat Sempurna
"Beberapa anggota DPR kan telepon saya. Beberapa ketua DPR juga nanya, ngobrol. 'Ini kita pasang berapa persen ini? Kalau kita sesuaikan dengan parliamentary threshold bisa nggak Mas Uceng kalau kita pasang 4 persen, di sini 4 persen'," ungkap dia.
Menanggapi hal tersebut, ia pun menjawab dan menegaskan kembali bahwa putusan MK telah menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden.
Selain itu, ia pun memberi saran bila DPR ingin membatasi jumlah kandidat dalam pemilihan presiden, maka hal yang perlu dilakukan adalah membatasi peserta Pemilunya.
Baca juga: MK Hapus Presidential Threshold, Politisi Senior Hanura: Jangan Lagi Ada Kanalisasi Suara Rakyat
"Saya bilang begini, sebenarnya jangan repot dengan angka. MK sudah bilang itu 0 persen. Maka kalau mau membatasi jumlah kandidat, mau membatasi supaya pemilu menjadi lebih sehat, yang dibatasi harusnya apa? Partai peserta Pemilunya. Itu yang saya bilang," ujar dia.
Ia pun menambahkan salah satu cara yang bisa digunakan untuk membatasi peserta pemilu adalah dengan mengikuti aturan yang berlaku saat ini.
Hal tersebut, menurut dia, bila aturan terkait verifikasi partai peserta pemilu dijalankan dengan ketat oleh pelaksana pemilu misalnya partai peserta pemilu harus memiliki kepengurusan di 75 persen, jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan, maka dengan sendirinya proses seleksi partai peserta pemilu akan semakin ketat.
Partai peserta pemilu, bagi dia, adalah pintu masuk yang perlu dipersempit.
"Maksud saya adalah kita ketatkan partainya. Selemah-lemahnya iman adalah pakai aturan sekarang perketat peserta pemilu, tapi jangan kasak kusuk bikin lagi angka-angka untuk presidential thereshold. Karena itu menurut saya mengangkangi putusan MK yang dimaksud MK 0 persen itu," tegas Uceng.
Hapus Syarat Ambang Batas
Diberitakan sebelumnya MK telah menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu melalui putusan atas permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.