Kontroversi Djan Faridz, Eks Wantimpres Terseret Kasus Harun Masiku: Buddha Bar hingga Tanah Abang
Berikut deretan kontroversi yang pernah dialami Djan Faridz. Dia kini terseret kasus dugaan suap Harun Masiku usai rumahnya digeledah KPK.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Whiesa Daniswara

TRIBUNNEWS.COM - Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Djan Faridz terseret kasus dugaan suap Harun Masiku.
Pasalnya, kediamannya yang berada di Menteng, Jakarta Pusat digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (22/1/2025).
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik KPK membawa tiga buah koper. Namun, belum diketahui isi dari tiga koper yang dibawa oleh penyidik tersebut.
Selain itu, belum diketahui pula terkait keterlibatan Djan Faridz dalam kasus dugaan suap Harun Masiku.
Adapun penyidik KPK menggeledah rumah Djan Faridz selama lima jam dari Rabu (22/1/2025) pukul 20.00 WIB hingga Kamis (23/1/2025) dini hari sekira pukul 01.05 WIB.
Kendati demikian, sebelum terseret dalam kasus Harun Masiku, Djan Faridz sempat menjadi sosok kontroversial.
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, ada tiga kasus kontroversial yang menjerat Djan Faridz.
Kasus Buddha Bar
Kasus kontroversial pertama yang menjerat Djan Faridz adalah terkait pembangunan tempat hiburan bernama Buddha Bar di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat yang berdiri pada November 2008 lalu.
Dikutip dari Kompas.com, berdirinya Buddha Bar dikecam oleh berbagai pihak khususnya umat Buddha karena menggunakan simbol agama Buddha untuk kegiatan komersial seperti pembangunan tempat hiburan.
Sementara, dilansir laman Kementerian Agama, pemilik Buddha Bar adalah Djan Faridz.
Baca juga: Dalami Kasus Harun Masiku, Mengapa Penyidik KPK Geledah Rumah Djan Faridz?
Terkait pembangunan tempat hiburan tersebut, anggota Majelis Agama Buddha Teravada Indonesia (Magabudhi), Mulyadi tegas untuk menentang berdirinya Buddha Bar.
"Yang jelas, sikap kami menentang berdirinya Buddha Bar sekaligus menentang penggunaan simbol agama Buddha dalam Buddha Bar," ujarnya pada 3 Agustus 2009 lalu.
Selain itu, Mulyadi juga menganggap pembangunan Buddha Bar melanggar Pasal 156 a UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
Tak cuma itu, Buddha Bar juga dianggap bertentangan dengan Konvensi Paris 1883 tentang hak kekayaan industrial seperti tidak boleh ada merek yang mengandung unsur agama.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.